Laman

Minggu, 20 Mei 2012

Pengaruh Konfrontasi Ganyang Malaysia Tahun 1960an Terhadap Hubungan Diplomatik Indonesia-Malaysia Pada Masa Itu


Konfrontasi tahun 1963-1966 antara Indonesia-Malaysia sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan hubungan diplomatik dan kerjasama antara kedua negara hingga saat ini. Terbukti dengan hubungan yang dalam masa tertentu sangat terasa mesra dan dalam keadaan yang lain masih sering muncul konflik di beberapa aspek tertentu, baik dalam hal perbatasan, TKI, dan klaim budaya, serta yang lainnya. Dan peristiwa tahun 1963-1966 merupakan bentuk konflik yang paling panas di antara kedua negara dalam merebutkan hak atas wilayah khususnya Kalimantan.
Tingginya emosi dan sikap saling sikut di antara kedua negara pada masa itu menimbulkan ketegangan hingga mencapai klimaks dengan Presiden Soekarno menyerukan "konfrontasi fisik" dengan Malaysia, yang menyebabkan banyak terjadinya insiden bersenjata antara tenaga sukarelawan Indonesia dengan tentara Malaysia yang dibantu Inggris, Australia, dan Selandia Baru di sepanjang daerah perbatasan di utara Kalimantan.[1] Semua itu dikarenakan oleh tingginya rasa nasionalisme yang ada di hati masyarakat Indonesia maupun Malaysia yang saling mendukung kedaulatan negara mereka masing-masing. Sehingga terlihat tidak berjalannya hubungan diplomatik yang ada di kedua negara.

Konfrontasi sendiri berarti kondisi bermusuhan antara dua negara atau lebih karena tidak terakomodasikannya perbedaan kepentingan di antara negara-negara tersebut. Sebagai tujuan, konfrontasi merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan masing-masing negara.[2] Dan dari penjelasan pada bab sebelumnya telah diketahui bahwa peristiwa konfrontasi Ganyang Malaysia yang terjadi di masa kepresidenan Soekarno tersebut, diawali oleh penentangan Soekarno atas pembentukan Federasi Malaysia yang dianggapnya sebagai boneka Inggris dan ini sejalan dengan prinsip dan sifat politik luar negeri yang dianut pada masa Orde Lama yaitu bebas aktif dan anti-imperialisme, anti-kolonialisme, di mana Soekarno menolak semua bentuk imperialisme dan kolonialisme.[3]
Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia pun sebenarnya telah terjalin sejak Malaysia merdeka pada tahun 1957. Namun peristiwa pada tanggal 17 september 1963 dengan terbentuknya Federasi Malaysia, mengakibatkan hubungan diplomatik ini sempat terputus. Konflik Indonesia-Malaysia pun tidak bisa dihindari karena sudah menyangkut martabat negara dan kepala negara sendiri yang telah mengambil sikap.
Bentuk-bentuk dan aspek-aspek konfrontasi yang dilakukan Indonesia beragam, baik dalam bentuk pernyataan-pernyataan dan demontrasi-demontrasi yang bersifat politis. Sementara dalam dimensi ekonomi bentuk konfrontasi dengan Malaysia dilakukan dengan memutuskan hubungan perekonomian dengan Malaysia. Dalam dimensi militer Indonesia menempatkan pasukan-pasukan reguler secara terbatas. Kebijakan konfrontasi terhadap Malaysia mencerminkan sikap diplomasi yang agresif dan konfrontatif sebagai karakter politik luar negeri Indonesia pada masa Soekarno yang tegas dalam melawan kolonialisme.
Setelah Federasi Malaysia terbentuk, sebenarnya upaya perundingan damai pun dilakukan salah satunya atas prakarsa dan bantuan dari negara lain seperti Amerika Serikat, Filipina, Thailand dan Jepang. Tetapi usaha perdamaian melalui saluran diplomatik tersebut mengalami kegagalan, dan perundingan yang terakhir ialah dengan menyelenggarakan Pertemuan Puncak antara Soekarno, Abdul Rahman, dan Macapagal di Tokyo bulan Juni 1964, tetapi juga mencapai jalan buntu. Dan setelah rentetan upaya diplomatik itu tidak terdengar lagi sebagi upaya untuk meyelesaikan sengketa, konfrontasi fisik pun berlangsung.  
Di tambah lagi  dengan tingginya aktifitas kedua negara yang saling memperlihatkan sifat tidak bersahabat satu sama lain, terlihat dengan adanya demonstrasi di Malaysia yang melecehkan lambang negara Indonesia dan serangan pasukan relawan Indonesia ke Malaysia membuat hubungan diplomatik pun tidak lagi digunakan oleh kedua negara Indonesia-Malaysia karena kedua negara menganggap tidak ada lagi hubungan diplomatik yang diperlukan oleh kedua negara. Konflik ini pun semakin rumit dan satu-satunya cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik ini adalah berperang seperti yang dilancarkan kedua negara tersebut.
Pada  peristiwa yang lain tetapi tetap berkaitan dengan masa konfrontasi Ganyang Malaysia, Presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade, dalam menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetab Dewan Keamanan PBB.[4]
Hubungan antara Indonesia-Malaysiapun semakin berada di air keruh, dan peristiwa konfrontasi ini pun memiliki dampak yang meluas terhadap situasi politik Internasional seperti munculnya perhatian Amerika Serikat terhadap politik luar negeri Indonesia dan menginginkan Soekarno untuk meninggalkan politik luar negerinya yang agresif sebagai imbalan kembalinya bantuan Amerika Serikat ke Indonesia. Namun Sukarno menolak tekanan Amerika, dan ini menciptakan ketegangan berkepanjangan pada hubungan Jakarta-Washintong.[5]
Konfrontasi ini berarhir setelah terjadinya peristiwa G 30 S yang berdampak sangat luas dan mengakibatkan keadaan dalam negeri Indonesia menjadi tidak stabil, disamping pamor Soekarno yang semakin menurun, konfrontasi pun lebih dijadikan sebagai wacana dalam negeri saja. Akhirnya, penghapusan ketegangan Indonesia-Malaysia dilakukan dengan jalan Perundingan Bangkok yang menghasilkan kesepakatan normalisasi untuk memulihkan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia. Secara resmi, konfrontasi Indonesia terhadap Federasi Malaysia berakhir pada tahun 1967 dengan adanya penyerahan surat-surat kepercayaan antara Dubes kedua negara.




[1]  _______, Momen-momen Penting dalam Sejarah Diplomasi Indonesia.http://www.kemlu.go.id/Pages/History.aspx?IDP=3&l=id. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar