Laman

Che Guevara dan Fidel Castro

Hasta La Victoria Siempre.

Campur aduk

Bukan apa yang mereka cari, tapi apa yang mereka yakini.

Nelayan

BAHU MEMBAHU DEMI KEHIDUPAN YANG LEBIH INDAH.

Gunungan

Wujud syukur atas rezeki yang dilimpahkan Allah.

Bakul Telur

Peluh untuk sesuap nasi membuat ibu ini terus semangat menjajahkan jualannya.

Sabtu, 28 April 2012

Review Jurnal: "Politics and Passions"




Dalam jurnal tersebut, Chantal Mouffe selaku penulis menyampaikan beberapa hal tertang perkembangan yang terjadi dalam dunia perpolitikan, di awali dengan pengembangan sarana baru komunikasi dan kehadiran yang luar biasa dari media dalam semua bidang kehidupan merupakan tantangan untuk politik demokratis. 
Menurutnya tantangan seperti itu hanya dapat dipahami dengan membuang perspektif rasionalis dominan dalam pemikiran politik liberal demokratis. Karena perspektif tersebut menghambat dalam pemahaman sifat perjuangan politik dan sentralitas simbol dalam konstruksi identitas politik. Seperti munculnya gerakan populis sayap kanan sebagai identitas politik baru saat ini dan tidak ada keraguan bahwa media memainkan peran yang penting dalam difusi gerakan tersebut. Dimana menurut Mouffe hal tersebut memperlihatkan media sebagai penyebab utama, dan bentuk dari konsekuensi politik media. Serta keberhasilan gerakan-gerakan tidak akan mungkin tanpa retorika politik yang berhasil memobilisasi berbagai penanda. 
Dari sudut pandang teoretis, Mouffe mengungkapkan bahwa tidak relevan sama sekali dari pendekatan rasionalis terhadap politik dan pentingnya pendekatan yang disebut `post-modern'. Di mana menurutnya kritik terhadap rasionalisme tidak merupakan ancaman bagi proyek demokrasi modern. Sebaliknya, hanya dengan mempertimbangkan seperti kritik bahwa adalah mungkin untuk mempertahankan dan memperdalam lembaga demokratis. Jika ada sesuatu yang membahayakan demokrasi saat ini, justru itu merupakan pendekatan rasionalis, karena pendekatan rasionalis buta terhadap sifat politik dan menyangkal peran kekuatan sentral yang ada bidang politik. 
Menurut Mouffe pula karena rasionalisme selalu merupakan hambatan untuk memahami sifat dari politik, dibarengi dengan peran media dalam menghalangi memahami transformasi mendalam yang terjadi di ranah politik. Oleh karena itu sangat penting untuk teori politik demokratis untuk berdamai dengan kritik terhadap rasionalisme yang ditandai arus berpikir inovatif abad kedua puluh.
Kritik terhadap konsepsi rasionalis diungkapkan Mouffe dari beberapa pemikir lain seperti dalam filsafat bahasa dari Wittgenstein yang menemukan kritik terhadap konsepsi rasionalis yang menunjukkan bahwa subjek yang terakhir tidak dapat menjadi sumber makna linguistik. Dan ide yang sama dalam hermeneutika filosofis Gadamer bahwa ada kesatuan fundamental antara pikiran, bahasa dan dunia. Sebuah kritik serupa atas sentralitas subjek dalam metafisika modern, dan karakter kesatuan, dapat ditemukan dalam bentuk yang berbeda dalam beberapa penulis dari tradisi Pragmatisme Amerika. Hal ini merupakan salah satu titik konvergensi antara tren yang paling penting atas filsafat kontemporer.
Mouffe pun mengunggkapkan bahwa konsekuensi dari kritik atas rasionalisme untuk politik menjadi sangat relevan ketika kritik tersebut diartikulasikan dengan konsepsi hegemoni Gramscian, seperti yang coba dilakukan pada Hegemoni dan Sosialis Strategy. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap objektivitas sosial pada akhirnya merupakan politik dan bahwa ia memiliki untuk menunjukkan jejak pengecualian yang mengatur konstitusi. Dengan kata lain, pengaturan hegemonik tidak bisa mengklaim sumber validitas lain dari kekuasaan berdasarkan yang didasarkan. Dan cara dalam memperhatikan suatu masalah menunjukkan bahwa kekuasaan tidak harus dipahami sebagai hubungan eksternal memperoleh antara dua pra-bentukan identitas, melainkan sebagai pemberian identitas diri mereka sendiri.
Konsekuensi untuk politik sangat relevan dalam hal menangkap proses membangun identitas politik. Misalnya, menurut perspektif seperti, praktek politik dalam suatu masyarakat demokratis tidak terdiri dalam membela hak-hak identitas prakonstitusi, melainkan dalam membentuk identitas mereka sendiri dalam bidang yang genting dan selalu rentan. Ini menunjukkan bahwa apa yang dimaksud sebagai ‘akal sehat’ pada saat tertentu selalu merupakan hasil dari artikulasi hegemonik, yaitu pembentukan titik sentral.  Dan upaya untuk menangkap aliran perbedaan dan membangun titik pusat selalu berbahaya dan tidak stabil karena bersinggungan dengan antagonisme. Oleh karena itu, selalu ada kemungkinan menumbangkan sauatu tatanan yang diciptakan oleh wacana tertentu dengan disarticulating elemen dan dengan mendirikan cara artikulasi lain. Hal ini terjadi hari ini sehubungan dengan relasi yang telah ditetapkan sejak akhir Perang Dunia kedua, antara demokrasi, komunisme dan fasisme.  Dengan kemajuan sarana komunikasi, kritik terhadap esensialisme telah menjadi penting untuk envisaging politik demokrasi karena meningkatnya peran media telah menciptakan sebuah medan panjang untuk perjuangan hegemonik.
Serta dengan membatasi diri terhadap pegontrolan dan konsensus, partai demokrasi banyak menunjukkan kurangnya pemahaman tentang fungsi logika politik. Mereka tidak memahami kebutuhan untuk melawan musuh-musuh mereka dengan memobilisasi mempengaruhi dan gairah dalam arah progresif. Apa yang mereka tidak sadari adalah bahwa suatu politik demokratis perlu memiliki pembelian nyata pada keinginan rakyat dan bukannya menentang kepentingan sentimen
Adapun medan untuk artikulasi hegemonik telah demikian sangat diperbesar dan tugas-tugas politik telah menjadi jauh lebih kompleks. Yang pasti, hegemoni selalu menjadi penting dalam politik demokrasi, tetapi kondisinya telah sangat berubah oleh proliferasi saat ini, di mana situs identifikasi dan pertumbuhan alat komunikasi yang sangat pesat. Kedua kondisi dari artikulasi hegemonik adalah kehadiran pasukan antagonis dan ketidakstabilan batas yang memisahkan mereka: hegemoni membutuhkan adanya daerah yang luas. Hal tersebut tidak terpikirkan dalam kerangka rasionalistik..
Untuk memulai menggambarkan alternatif dari pendekatan rasionalis Mouffe mengusulkan untuk membedakan antara `The political' dan `politics'. The Political, merujuk pada dimensi permusuhan dan antagonisme yang merupakan kemungkinan yang pernah hadir di semua antagonisme, masyarakat yang dapat mengambil berbagai bentuk dan muncul dalam hubungan sosial yang beragam. `Politics', di sisi lain, mengacu pada praktek, wacana dan institusi yang berusaha untuk mendirikan sebuah urutan tertentu dan mengatur koeksistensi manusia dalam kondisi yang selalu berpotensi konflik karena mereka dipengaruhi oleh dimensi `The political'. Konsepsi bersama dua arti yang hadir dalam ide politik yaitu `polemos' dan` polis' dan sangat penting bagi suatu politik demokrasi.
Dapat dikatakan bahwa tujuan dari politik demokrasi adalah mengubah antagonisme 'menjadi agonism'. Dipertimbangkan dari perspektif dari yang Mouffe telah bahwa tugas utama politik demokrasi bukan untuk menghilangkan passion atau untuk memindahkan mereka ke wilayah pribadi dalam rangka membangun konsensus rasional di ruang publik. Sebaliknya, itu adalah untuk `menjinakkan' passion dengan memobilisasi mereka ke arah desain demokratis. 
Politik demokrasi pluralis dihendaki harus dapat memasuki medan persaingan.  Dalam sebuah demokrasi pluralis, perpecahan dan konflik tidak harus dilihat sebagai gangguan yang sayangnya tidak dapat dihilangkan atau sebagai hambatan empiris yang membuat tidak mungkin realisasi penuh baik dibentuk oleh harmoni yang tidak dapat tercapai karena tidak akan pernah sepenuhnya dapat bertepatan dengan diri rasional universal kita. Dalam pemerintahan yang demokratis, konflik dan konfrontasi, jauh dari tanda-tanda ketidaksempurnaan, adalah jaminan bahwa demokrasi masih hidup dan dihuni oleh pluralisme.
Inilah sebabnya mengapa harus adanya kecurigaan terhadap kecenderungan saat ini untuk merayakan akhir `politik' atau untuk melakukan advokasi politik consensus. Sebuah demokrasi berfungsi dengan baik daripada relinquishing antara Kiri dan Kanan di mana harus adanya pendefinisikan kembali konsep-konsep dalam rangka memberikan dorongan baru bagi demokrasi. Antagonisme dapat mengambil banyak bentuk dan itu adalah ilusi untuk percaya bahwa mereka bisa diberantas. Oleh karena itu lebih baik untuk memberi mereka outlet politik dalam kemungkinan menawarkan sistem demokrasi pluralistik.
Diakhir penjelasan Mouffe memeparkan bahwa harus dipahami meningkatnya pengaruh populisme sayap kanan. Dan berkat retorika terampil, mereka telah berhasil menampilkan diri sebagai pasukan anti-Establishment, mewakili kehendak rakyat dan mengaku sebagai penjamin kedaulatan rakyat. Situasi seperti itu tidak akan mungkin terjadi dalam pilihan politik yang lebih nyata yang telah tersedia dalam spektrum demokrasi tradisional.
Dan untuk memberikan ruang bagi perbedaan pendapat dan mendorong lembaga-lembaga di mana ia dapat diwujudkan sangat penting bagi demokrasi. Letak keunggulan dari pendekatan atletik yang mengakui sifat sebenarnya dari perbatasan politik dan bentuk-bentuk pengecualian bahwa mereka saling memerlukan, dan bukannya mencoba untuk menyamarkan diri di bawah selubung rasionalitas atau moralitas. Hal ini memaksa kita untuk menjaga kontestasi hidup demokrasi.

NB : Tulisan ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Metodologi Politik Internaional, tentang tugas mereview jurnal "Politics and Passions, The stakes of democracy" karya Chantal Mouffe yang merupakan seorang ahli dari dunia politik internasional.

Senin, 23 April 2012

A’ WALUL HADITS

A. PENGERTIAN HADITS
Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya, ialah al-hadist.
Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara satu sama lain agak berbeda. Ada yang mendefinisikan hadits, adalah :  "Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya. Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits dengan :
"Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".
Ulama hadits yang lain juga mendefiniskan hadits sebagai berikut:
"Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".    
Sedangkan ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut :
"Segala perkataan Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara".
Berdasarkan rumusan definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul, terdapat persamaan yaitu; "memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada Rasul SAW, tanpa menyinggung-nyinggung prilaku dan ucapan shabat atau tabi’in. Perbedaan mereka terletak pada cakupan definisinya. Definisi dari ahli hadits mencakup segala sesuatu yang disandarkan atau bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir. Selain Hadits, ada juga istilah yang mempunyai makna seperti Hadits, yakni :

1. As-Sunnah
            Sunnah menurut bahasa berarti: "Jalan dan kebiasaan yang baik atau yang buruk". Menurut M.T.Hasbi Ash Shiddieqy, pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa (lughat) bermakna jalan yang dijalani, terpuji, atau tidak. Sesuai tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai sunnah, walaupun tidak baik.
           Berkaitan dengan pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa, perhatikan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut :
"Barang siapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala Sunnah itu dan pahala orang lain yang mengerjakan hingga hari kiamat. Dan barang siapa mengerjakan sesuatu sunnah yang buruk, maka atasnya dosa membuat sunnah buruk itu dan dosa orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat" (H.R. Al-Bukhary dan Muslim).
          Sedangkan, Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW., dibangkitkan menjadi Rasul, maupun sesudahnya. Menurut Fazlur Rahman, sunnah adalah praktek aktual yang karena telah lama ditegakkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya memperoleh status normatif dan menjadi sunnah. Sunnah adalah sebuah konsep perilaku, maka sesuatu yang secara aktual dipraktekkan masyarakat untuk waktu yang cukup lama tidak hanya dipandang sebagai praktek yang aktual tetapi juga sebagai praktek yang normatif dari masyarakat tersebut. Pengertian sunnah sebagai berikut :
"Segala yang bersumber dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul, seperti ketika bersemedi di gua Hira maupun sesudahnya".
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, kata sunnah menurut sebagian ulama sama dengan kata hadits. Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, makna inilah yang diberikan kepada perkataan Sunnah dalam sabda Nabi, sebagai berikut :
"Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua hal, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu berpegang kepadanya, yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R.Malik).
Perbedaan pengertian tersebut di atas, disebabkan karena ulama hadits memandang Nabi SAW., sebagai manusia yang sempurna, yang dijadikan suri teladan bagi umat Islam, sebagaimana firman Allah surat al-Ahzab ayat 21, sebagai berikut :
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu".
Ulama Hadits membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW., baik yang ada hubungannya dengan ketetapan hukum syariat Islam maupun tidak. Sedangkan Ulama Ushul Fiqh, memandang Nabi Muhammad SAW dalam al-Quran surat al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:
"Apa yang diberikan oleh Rasul, maka ambillah atau kerjakanlah. Dan apa yang dilarang oleh Rasul jauhilah".
Ulama Fiqh, memandang sunnah ialah perbuatan yang dilakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Atau dengan kata lain sunnah adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan, dan tidak dituntut apabila ditinggalkan. Menurut Dr.Taufiq dalam kitabnya Dinullah fi Kutubi Ambiyah menerangkan bahwa Sunnah ialah suatu jalan yang dilakukan atau dipraktekan oleh Nabi secara kontinyu dan diikuti oleh para sahabatnya; sedangkan Hadits ialah ucapan-ucapan Nabi yang diriwayatkan oleh seseorang, dua atau tiga orang, dan tidak ada yang mengetahui ucapan-ucapan tersebut selain mereka sendiri.

2. Khabar
Selain istilah Hadits dan Sunnah, terdapat istilah Khabar dan Atsar. Khabar menurut lughat, yaitu berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Untuk itu dilihat dari sudut pendekatan ini (sudut pendekatan bahasa), kata Khabar sama artinya dengan Hadits. Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, yang dikutip as-Suyuthi, memandang bahwa istilah hadits sama artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu, mauquf, dan maqthu. Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW., disebut Hadits.
Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar. Untuk keduanya berlaku kaidah umumun wa khushushun muthlaq, yaitu bahwa tiap-tiap hadits dapat dikatan Khabar, tetapi tidak setiap Khabar dapat dikatakan Hadits.
Menurut istilah sumber ahli hadits; baik warta dari Nabi maupun warta dari sahabat, ataupun warta dari tabi’in. Ada ulama yang berpendapat bahwa khabar digunakan buat segala warta yang diterima dari yang selain Nabi SAW.
Dengan pendapat ini, sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadits dinamai muhaddits, dan orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbary atau khabary. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar, begitu juga sebaliknya ada yang mengatakan bahwa khabar lebih umum dari pada hadits, karena masuk ke dalam perkataan khabar, segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi maupun dari selainnya, sedangkan hadits khusus terhadap yang diriwayatkan dari Nabi SAW. saja.

3. Atsar
            Atsar menurut lughat ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu doa umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai: doa matsur. Sedangkan menurut istilah jumhur ulama sama artinya dengan khabar dan hadits. Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabiin. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu.
            Jumhur ulama cenderung menggunakan istilah Khabar dan Atsar untuk segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., dan demikian juga kepada sahabat dan tabi’in. Namun, para Fuqaha’ khurasan membedakannya dengan mengkhususkan al-mawquf, yaitu berita yang disandarkan kepada sahabat dengan sebutan Atsar dan al-marfu’, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dengan istilah Khabar.

B. BENTUK-BENTUK HADITS
Sesuai pengertiannya dengan berdasarkan secara terminologi, Hadits ataupun Sunnah, dapat dibagi menjadi tiga macam hadits :

1. Hadits Qauli
Hadits yang berupa perkataan (Qauliyah) mencakup perkataan Nabi SAW, contohnya:
"Orang mukmin dengan orang mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan,
yang satu sama lain saling menguatkan." (HR. Muslim)

2. Hadits Fi’il,
Hadits yang berupa perbuatan (fi’liyah) mencakup perilaku Nabi SAW, seperti tata cara shalat, puasa, haji, dsb. Berikut contoh haditsnya, Seorang sahabat berkata :
“Nabi SAW menyamakan (meluruskan) saf-saf kami ketika kami melakukan shalat. Apabila saf-saf kami telah lurus, barulah Nabi SAW bertakbir.” (HR. Muslim)

3. Hadits Taqriri
Hadits yang berupa penetapan (taqririyah) atau penilaian Nabi SAW terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan para sahabat yang perkataan atau perbuatan mereka tersebut diakui dan dibenarkan oleh Nabi SAW. Contohnya hadits berikut, seorang sahabat berkata ;
“Kami (Para sahabat) melakukan shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat maghrib), Rasulullah SAW terdiam ketika melihat apa yang kami lakukan, beliau tidak menyuruh juga tidak melarang kami ” (HR. Muslim)

C. KEDUDUKAN HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
Allah SWT menutup risalah samawiyah dengan risalah Islam. Dia mengutus Nabi SAW. Sebagai Rasul yang memberikan petunjuk, menurunkan Al-qur`an kepadanya yang merupakan mukjizat terbesar dan hujjah teragung, dan memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan dan menjelaskannya.
Al-qur`an merupakan dasar syariat karena merupakan kalamullah yang mengandung mu`jizat, yang diturunkan kepada Rasul SAW. Melalui malaikat Jibril mutawatir lafadznya baik secara global maupun rinci, dianggap ibadah dengan membacanya dan tertulis di dalam lembaran lembaran.
Dalam hukum Islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an. Penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al-qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al-qur`an menunjuk Nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.
Al-qur`an sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan bagi umat Islam. Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-qur`an, tetapi ia juga harus percaya kepada hadits sebagai sumber kedua ajaran Islam.
Taat kepada Allah adalah mengikuti perintah yang tercantum dalam Al-qur`an sedang taat kepada Rasul adalah mengikuti sunnahnya, oleh karena itu, orang yang beriman harus merujukkan pandangan hidupnya pada Al qur`an dan sunnah/hadits Rasul.

 D. FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
Al-Quran menekankan bahwa Rasul SAW. berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44). Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam bentuk dan sifat serta fungsinya. Al-qur`an dan hadist merupakan dua sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya tampak antara lain:
a.      Hadist menguatkan hukum yang ditetapkan Al-qur`an. Di sini hadits berfungsi memperkuat dan memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-quran. Misalnya, Al-quran menetapkan hukum puasa, dalam firman-Nya :
“Hai orang–orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang–orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” . (Q.S AL BAQARAH/2:183)
Dan hadits menguatkan kewajiban puasa tersebut:
Islam didirikan atas lima perkara: “Persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah , dan Muhammad adalah rasulullah, mendirikan shalat , membayar zakat , puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim)
                                                                                                                     
b.      Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang masih bersifat global. Misalnya Al-qur`an menyatakan perintah shalat :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat” (Q.S Al Baqarah /2:110)
Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum, lalu hadits merincinya, misalnya shalat yang wajib dan sunat. sabda Rasulullah SAW:
Dari Thalhah bin Ubaidillah: bahwasannya telah datang seorang Arab Badui kepada Rasulullah SAW. dan berkata: “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku shalat apa yang difardukan untukku?” Rasul berkata: “Shalat lima waktu, yang lainnya adalah sunnat” (HR.Bukhari dan Muslim)

c.       Hadits membatasi kemutlakan ayat Al qur`an. Misalnya Al qur`an mensyariatkan wasiat:“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda–tanda maut dan dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu dan bapak karib kerabatnya secara makruf. Ini adalah kewajiban atas orang–orang yang bertakwa,” (Q.S Al Baqarah/2:180)

d.      Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur`an yang bersifat umum. Misalnya Al-qur`an mengharamkan memakan bangkai dan darah:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan. (Q.S Al Maidah /5:3)

e.       Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-qur`an. Al-qur`an bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti. Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-qur`an, misalnya hadits dibawah ini:
Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring dan semua burung yang bercakar (HR. Muslim dari Ibn Abbas)

E. PERBANDINGAN HADITS DENGAN AL-QUR’AN
Hadits dalam Islam merupakan sumber hukum kedua dan kedudukannya setingkat lebih rendah daripada Al-quran. Al-quran adalah kalamullah yang diwahyukan Allah SWT lewat malaikat Jibril secara lengkap berupa lafadz dan sanadnya sekaligus, sedangkan lafadz hadits bukanlah dari Allah melainkan dari redaksi Nabi sendiri.
Dari segi kekuatan dalilnya, Al-quran adalah mutawatir yang qot’i, sedangkan hadits kebanyakannya khabar ahad yang hanya memiliki dalil zhanni. Sekalipun ada hadits yang mencapai martabat mutawattir namun jumlahnya hanya sedikit.
Membaca Al-Qur’an hukumnya adalah ibadah, dan sah membaca ayat-ayatnya di dalam sholat, sementara tidak demikian halnya dengan hadits. Para sahabat mengumpulkan Al-quran dalam mushaf dan menyampaikan kepada umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah atau hilang. Dan mushaf itu terus terpelihara dengan sempurna dari masa ke masa.
Sedangkan hadits tidak demikian keadaannya, karena hadits qouli hanya sedikit yang mutawatir. Kebanyakan hadits yang mutawatir mengenai amal praktek sehari-hari seperti bilangan rakaat shalat dan tata caranya. Al-quran merupakan hukum dasar yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan hadits sebagai ketentuan-ketentuan pelaksanaan (praktisnya).
Hadits juga ikut menciptakan suatu hukum baru yang belum terdapat dalam al-quran seperti dalam hadits yang artinya :
Hadits dari Abi Hurairoh R.A dia berkata, Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah halal mengumpulkan antara seorang perempuan dengan bibinya (saudara bapa yang perempuan) dan tidak pula antara seorang perempuan dengan bibinya (saudara ibu yang perempuan). (H.R. Bukhari dan Muslim)


Berbagai Sumber!

KEHUJJAHAN AL QUR’AN

A.    Kebenaran Al-Qur’an
Kehujjahan berarti landasan, di mana Abdul Wahab Khallaf (Mardias Gufron, 2009) mengatakan bahwa “kehujjahan Al-Qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya”.  Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
ذَالِكَ الْكِتَابُ لاَرَيْبَ فِيْهِ هُدًىلِّلْمُتَّقِيْنَ
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Q. S. Al-Baqarah, 2 :2).

Berdasarkan ayat di atas yang menyatakan bahwa kebenaran Al-Qur’an itu tidak ada keraguan padanya, maka seluruh hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan Allah yang wajib diikuti oleh seluruh ummat manusia sepanjang masa hidupnya.
M. Quraish Shihab (Mardias Gufron, 2009) menjelaskan bahwa “seluruh Al-Qur’an sebagai wahyu, merupakan bukti kebenaran Nabi SAW sebagai utusan Allah, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh ummat manusia”.

B.     Kemukjizatan Al-Qur’an
Mukjizat memiliki arti “sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia membuatnya karena hal itu adalah di luar kesanggupannya” (Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsiran Al-Qur’an, 1990).
Mukjizat merupakan suatu kelebihan yang Allah SWT berikan kepada para nabi dan rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulan mereka, dan untuk menunjukan bahwa agama yang mereka bawa bukanlah buatan mereka sendiri melainkan benar-benar datang dari Allah SWT. Seluruh nabi dan rasul memiliki mukjizat, termasuk di antara mereka adalah Rasulullah Muhammad SAW yang salah satu mukjizatnya adalah Kitab Suci Al-Qur’an.

Sabtu, 21 April 2012

PRINSIP DASAR POLITIK DAN PEMERINTAHAN AMERIKA (BAGIAN II : ISI)


Sejarah bangsa Amerika serikat dan konstitusi yang merupakan hukum bagi bangsa Amerika merupakan 2 sisi mata uang yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Sebab sejarah merupakan inspirasi bagi penyusunan konstitusi itu sendiri, sedangkan konstitusi memberikan landasan berpijak penyelenggaraan pemerintahan Amerika. Adapun prinsip-prinsip dasar politik dan pemerintahan Amerika, yaitu:

PEMERINTAHAN OLEH RAKYAT
Maksud dari pemerintahan oleh rakyat adalah bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau di Amerika dikenal dengan House of Representatives yang sering disebut dengan House, dipilih oleh rakyat Amerika disetiap negara-negara bagiannya setiap 2 tahun sekali. Aturankonstitusi ini menekankan bahwa hanya anggota house yang perlu dipilih oleh rakyat, sedangkan jabatan-jabatan yang lain dianggkat secara langsung.
Adapun pula dalam pemilihan presiden melalui 2 tahap  yaitu tahap pertama adalah tahap population votes yaitu pemilihan yang dilakukan oleh rakyat, dan yang kedua adalah presidential electors yaitu pemilihan yang dilakukan para anggota kongres. Dari kedua tahapan tersebut, seorang calon presiden walaupun memenangkan jumlah perolehan suara di tahap awal, tetapi di tahap kedua ternyata kalah dari lawannya, maka calon presiden tersebutpun dinyatakan kalah. Hal ini memperlihatkan bahwa ternyata suara rakyat bukanlah yang menetukan hasil pemelihan.

Jumat, 20 April 2012

IBU


(Terima kasih Telah Menjadi Wanita Super Bagi Kami Anak-Anakmu)

Suatu ketika kala Tuhan menitipkanku padamu
Betapa aku merasa Tuhan telah sangat baik kepadaku
Selalu Ku temukan cinta disetiap sudut senyummu
Selalu Ku temukan mimpi disetiap katamu
Dan Selalu ku temukan pula harapan dalam tatapanmu
Tak kala langit menjadi mendung
Tak kala hatimu terisak pilu
Kau teteskan perih, dan kau menangis
Tapi kau tetap tabah
Kau katakana agar kami kuat dan terus bersabar
Karena Tuhan mencintai kita disetiap asa yang diberikanNya
Betapa pelukmu adalah perlindungan yang teraman bagiku
Betapa perhatianmu adalah semangatku
Dan gundahmu adalah belati yang menusuk jantungku
Tersenyumlah Ibu
Tertawalah Bersamaku
Terima kasih telah menjadi Bidadariku
Terima Kasih Ibu

NB : Tulisan Ini dibuat untuk memperingati Hari Kartini yang jatuh  pada hari ini, dan tulisan ini dipersembahkan khusus untuk Ibu ku tercinta,  wanita superku, dan untuk Ibu-Ibu yang lain ^^

Kritik Terhadap Teori Dependensia

Kelemahan dari dependensia atau ultraimperialisme adalah bahwa teori tersebut membuat setidaknya tiga asumsi yang tidak beralasan. Asumsi yang pertama, adalah diasumsikan bahwa adanya kepentingan bersama yang jauh lebih besar antara kekuatan industri non-komunis, yaitu Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang-daripada yang sebenarnya terjadi. Kedua, memperlakukan negara peripheri Asia, Afrika, Amerika Latin, Kanada, dan Timur Tengah hanya sebagai objek ekonomi internasional dan politik hubungan. Hal tersebut merupakan asumsi yang tidak benar. Asumsi pertama akan dijelaskan lebih rinci pada penjelasan selanjutnya, maka mari kita membahas asumsi yang kedua terlebih dahulu.
Setelah hampir dua abad, sikap pasif dari negara peripheri sekarang telah tidak ada lagi. Adanya tantangan dari Soviet kepada wilayah Barat dan perpecahan yang terjadi di antara kekuatan-kekuatan kapitalis sendiri, telah memberikan ruang untuk kemunculan para elit dalam negara peripheri untuk mengatur tindakan. Elit nasionalis ini tidak lah lemah dan tidak mudah dipengaruhi. Dalam negara peripheri pun terjadi penggabungan pusat kekuatan: Cina, Indonesia, India, Iran, Nigeria, Brazil, dan beberapa bentuk dari kekuatan minyak Arab. Selain itu, hal tersebut pun telah terorganisir dan terpimpin, seperti pusat-pusat kekuasaan dikontrol atas sumber daya vital, ditunjukkan dengan didirikannya Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), maka hal ini akan menimbulkan ketergantungan kepada negara peripheri. Sehingga untuk saat ini setidaknya terlihat terjadinya pergeseran keseimbangan kekuatan ekonomi global dari para pemilik modal kepada pemilik sumber daya alam.