Laman

Sabtu, 29 Desember 2012

CERDIKNYA “BAKRIE”

Sumber Gambar: bappeda.jatimprov.go.id
(Management Isu Kasus Lumpur Lapindo)
Peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006 kini telah memasuki tahun ke  6. Akibat semburan ini, 16 desa di tiga kecamatan tenggelam dan 30 pabrik yang tergenang terpaksa berhenti beroperasi yang mengakibatkan pengangguran sejumlah lebih dari 1800 orang.
Di lihat dari penjelasan singkat di atas dapat secara sederhana dipahami bahwa peristiwa Lumpur Lapindo ini telah memakan waktu yang sangat lama dengan kerugian yang  sangat besar dan tidak hanya berdampak pada kehidupan perekonomian warga yang terenggut dari mata pencaharian mereka tetapi hilangnya rumah dan kampung halaman mereka yang dulunya menjadi tempat mereka bersosialisasi menjadi pukulan yang sangat menyakitkan dan hingga kini, proses penggantian kerugian terhadap para korban pun belum diselesaikan.
Yang menjadi hal menarik dari kasus ini sendiri pun adalah bagimana perubahan yang terjadi dari perkiraan penyebab ternyadinya semburun lumpur tersebut. Para ahli pada awalnya mengatakan bahwa  hal tersebut diakibatkan oleh kesalahan prosedur pengeboran di perut bumi  yang mengharuskan perusahaan milik salah satu orang terkaya Indonesia, Abu Rizal Bakrie untuk melakukan pengganti rugian terhadap setiap dampak yang timbulkan oleh semburan lumpur tersebut, baik kepada perawatan lingkungan serta kepada  masyarakat yang menjadi korban.
Hal tersebut pun di dukung dengan hasil pertemuan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG) pada tahun 2008 International Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference Center, Afrika Selatan, yang dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pemboran.
Tetapi sekarang yang terjadi adalah pemerintrah lebih mendukung anggapan 3 ahli dari Indonesia yang menyatakan penyebab semburan lumpur adalah gempa Yogyakarta yang terjadi di tahun  2006 juga. Sehingga kewajiban penggantirugian beralih dari perusahaan keluarga Bakrie ke tangan  Pemerintah Daerah Sidoarjo dan pemerintah Propinsi Jawa Timur. Tentu banyak spekulasi yang muncul bahwa perpindahan kewajiban tersebut akibat tingginya pengaruh Abu Rizal Bakrie di pemerintahan pusat dan kedekatan orang nomor satu Indonesia dengan keluarga Bakrie. Di lihat dari isi management issue, hal tersebut menjadi sangat menarik.
Selain itu pula dalam mengatasi isu ini yang diprediksi jika tanggung jawab kerugian ditangani oleh keluarga Bakrie akan mengakibatkan kerugian besar bagi Bakrie, dalam pemberitaan di  media pun ditemukan banyak hal unik saat meginformasikan peristiwa ini, salah satunya adalah dengan gaungnya penggunaan bahasa yang bersifat ambigu, yaitu Lumpur Sidoarjo dan bukannya Lumpur Lapindo.
Bagi masyarakat awam tentu penggunaan bahasa ini dianggap biasa dan tidak  berdampak apa-apa,  tetapi akibat penggunaan yang berulang dan masifnya memunculkan prespektif di tengah masyarakat pun bahwa kejadian ini merupakan kejadian alam, sebab dengan menggunakan prase Lumpur Sidoarjo teridentik bahwa hal tersebut adalah kejadian lumpur alamia di Kota Sidoarjo. Orang-orang akan lebih mengingat kota lokasi semburannya, dari pada jika dengan menggunakan prase Lumpur Lapindo, tentu orang-orang akan lebih condong melihat pada peran perusahaan Lapindo yang mengakibatkan semburan tersebut.  Maka dari penggunaan prase ini pun terjadi proses pengalihan dan penganganan isu yang bisa dikatakan “cerdik” dengan hanya menggunakan permainan kata yang sederhana.
Adapun juga pemberitaan tentang lokasi semburan yang menjadi tempat wisata semburan lumpur satu-satunya di dunia, mengakibatkan adanya pergeseran pemaknaan yang terjadi di masyarakat terhadap isu ini. Maraknya berita yang menginformasikan bahwa lokasi semburan  tersebut menjadi sumber pendapatan  tambahan bagi penduduk sekitar dengan pemanfaatan lokasi wisata baru di Sidoarjo. Hal  ini sangat lah miris sebab masyarakat seakan melupakan bahwa pendapatan yang mereka peroleh tersebut adalah konsekuensi hilangnya rumah dan kampung mereka. Sekali lagi media mengambil peran penting dalam persoalan penanaman perpektif pada masyarakat. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu stasiun TV yang gencar melakukan upaya tersebut adalah milik keluarga Bakrie.
NB: Tulisan ini adalah tugas management isu MT Public Relation oleh ST Khadijah Tinni 20100510112, UMY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar