sumbergambar: shebacss.com |
"Tulisan ini merupan hasil review dari Buku Catherine J. Danks, Berjudul Russian Politics and Society. Sebagai bagian dari tugas mata Kuliah Pol Pem Rusia".
Oleh: ST.Khadijah Tinni (20100510112)
Rusia
sebagai negara komunis terbesar di dunia memiliki perjalanan yang panjang
hingga menjadi salah satu negara adi daya di dunia ini. Tetapi akibat mekanisme
penguasa pemerintahannya yang sering memerebutkan kekuasaan dan intrik dua
kubu komunis sosialis dan komunis demokratis di negara tersebut, Rusia yang
dulunya dikenal dengan Uni Soviet dengan 15 negara bagian akhirnya pecah dan
memilih untuk menjadi negara mandiri.
Dalam
keterkaitan hubungan antara presiden dan parlemen di Rusia memiliki sejarah yang cukup rumit. Awal tahun 1990an dengan dimulainya penciptaan lembaga baru
dengan pemisahan kekuasaan, seperti presiden dan parlemen yang terdiri dari
Kongres Deputi Rakyat dan Soviet Agung megakibatkan adanya otoritas republik
yang semakin tegas, tetapi juga tidak terlepas dengan persaingan antar lembaga
yang menginginkan kekuasaan tertinggi hanya untuk diri mereka sendiri.
Pergelutan
antara lembaga presiden dan parlemen terjadi di tahun 1990-1993
dilatarbelakangi dengan munculnya beberapa aktor dengan pemikiran yang
kontradiktif satu sama lain, seperti Yeltsin yang pada saat itu terpilih
menjadi ketua Dewan Tertinggi RSFSR dan Ruslan Khasbulatov sebagai wakilnya.
Yeltsin memandang bahwa sistem pemerintahan Gorbachev yang pada saat itu adalah
pemimpin Uni Soviet tidak lagi menjadi sistem yang dapat membawa kebaikan bagi Uni
Soviet, Yeltsin pun memandang bahwa ada kemungkinan sistem pemerintahan
Gorbachev akan membawa disintegrasi pada Uni Soviet sehingga Yeltsin pun
berpendapat bahwa RSFSR membutuhkan presiden yang kuat demi dua tujuan yaitu
melawan dan menentang kekuasaan Gorbachev dan mencegah daerah Uni Soviet untuk
memperoleh kemerdekaannya.
Dengan
kekuasaan massa yang besar di Moskow, Yeltsin pun memulai impiannya untuk dapat
menjadi pemimpin Uni Soviet yang baru. Tetapi ternyata Yeltsin pun memperoleh
perlawan yang kuat dari wakilnya yaitu Khasbulatov yang memandang bahwa Rusia
hendaknya merupakan negara dengan wewenang terbesar ada pada parlemen dan tidak
berada di tangan presiden.
Mencermati
dari penjelasan ringkas di atas, dapat dilihat bahwa pada awalnya ada upaya
yang dilakukan Yeltsin untuk menjadikan Rusia sebagai negara dengan otoritas
tertinggi berada di bawah tangan presiden, dan ini kemudian berlanjut di kemuan
hari setelah disetujuinya sistem super presiden di Rusia, dan parlemen hanya
menjadi alat untuk melegalkan kebijakan-kebijakan otoratif presiden.
Awal
mula kepemimpinan Yeltsin sebagai pemimpin yang berasal dari kudeta garis keras
pun sebenarnya tidak bernyalan dengan mulus, banyaknya persoalan internal
Rusia, mulai dari persoalan ekonomi dan sosial dengan peningkatan kemiskinan di
masyarakat yang sangat signifikan, mengakibatkan Yeltsin merasa sulit dalam
pemerintahannya. Tetapi jalan yang dipilih oleh Yeltsin dengan lebih mengedepamkan
persoalan ekonomi tanpa dibarengi reformasi di bidang politik akhirnya menjadi
bumerang bagi Yeltsin. Tanpa adanya aturan-aturan yang dapat mengontrol para
aktor ekonomi, mengakibatkan pertumbuhan krisis yang tidak terkendali, dan
Yeltsin seakan disetir oleh para pemilik modal di Rusia, dan hal ini hanya membuat situasi ekonomi Rusia
semakin mengkhawatirkan.
Dari
banyaknya gangguan internal tersebut, akhirnya Yeltsin pun menerima pukulan keras
ketika perannya sebagai pemimpin Rusia digantikan oleh Igor Gaidar. Dan adanya
wacana referendum yang mengatakan apakah Rusia akan memilih presiden atau
sistem parlemen. Serta dengan dibebas tugaskannya beberapa kawan terpercaya
Yeltsin dari tugas mereka, mengakibatkan hilangnya pendukung Yeltsin. Sehingga
Yeltsin pun memulai upaya dengan berusaha mengambil hati kongres wakil rakyat
serta memperkuat pengaruhnya terhadap media dengan mendirikan pusat informasi
federal demi memenangkan referendum tahun 1993.
Pembahasan
di atas pun dapat dianalisa bahwa Yeltsin memiliki watak yang sangat kuat dan
pantang menyerah, dari krisis internal dan dinamika perpolitikan di Rusia yang
fluktuatif, dia dapat mengambil kesempatan dengan mengoptimalkan beberapa unsur
yang dahulunya tidak dipandang sebagai alat yang dapat meningkatkatkan citra
seorang pemimpin, seperti pemanfaatan media yang dilakukan Yeltsin dan
bagaimana dia dapat mengontrolnya dengan baik dengan menempatkan orang-orang
terpercayanya di bidang tersebut, dan bagaimana dia berusaha memupuk
kepercayaan dewan setelah dia kehilangan beberapa pengikut setianya.
Besarnya
intrik perebutan kekuasaan yang dilakukan Yeltsin dan lawan-lawan politisnya,
bahkan penyeberangan dukungan yang dilakukan oleh Rutskoi yang sebenarnya
adalah wakil yang dia angkat sendiri menjadikan Yeltsin menjadi pemimpin yang
sangat konfliktual, dan juga keputusan dari mahkamah konstitusi yang
menjatuhkan pernyatakan pemerintahan Yeltsin sebagai model kediktatoran adalah
salah satu contoh kecilnya. Dan semua itu dijawab Yeltsin dengan tindakan yang
agak ekstrim pula dengan beberapa kali melakukan revisi konstitusi dan bahkan
menutup gedung parlemen rusia, rumah kepresidenan, dan memotong listrik dan
pasokan air.
Kemenangan
Yeltsin pada oktober 1993 dan lawan politiknya yang berada dipenjara menjadi
jalan mulus bagi Yeltsin untuk mewujudkan impiannya. Dengan dasar konstitusi
yang telah direvisi dan akhirnya lebih banyak memberikan keuntungan kepada
dirinya, walau juga terlihat bahwa dengan konstitusi 1993 Rusia seakan menjadi
negara yang demokratis federal, adanya jaminan kegiatan ekonomi, pengakuan
keberagaman ideologi, serta hak asasi manusia yang mulai dipandang penting,
serta pemisahan kekuasaan disetiap lembaga negara demi terciptanya kontrol
kekuasaan bagi setiap lini, akan tetapi semua itu pun dibarengi dengan semakin
besarnya kekuasaan presiden, dan sistem super presiden pun semakin berjaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar