Laman

Rabu, 26 Desember 2012

THE PRESIDENT AND PARLIAMENT

sumbergambar: shebacss.com
"Tulisan ini merupan hasil review dari Buku Catherine J. Danks, Berjudul  Russian Politics  and Society. Sebagai bagian dari tugas mata Kuliah Pol Pem Rusia".
Oleh: ST.Khadijah Tinni (20100510112)

Rusia sebagai negara komunis terbesar di dunia memiliki perjalanan yang panjang hingga menjadi salah satu negara adi daya di dunia ini. Tetapi akibat mekanisme penguasa pemerintahannya yang sering memerebutkan kekuasaan dan intrik dua kubu komunis sosialis dan komunis demokratis di negara tersebut, Rusia yang dulunya dikenal dengan Uni Soviet dengan 15 negara bagian akhirnya pecah dan memilih untuk menjadi negara mandiri.
Dalam keterkaitan hubungan antara presiden dan parlemen di Rusia memiliki sejarah yang cukup rumit. Awal tahun 1990an dengan dimulainya penciptaan lembaga baru dengan pemisahan kekuasaan, seperti presiden dan parlemen yang terdiri dari Kongres Deputi Rakyat dan Soviet Agung megakibatkan adanya otoritas republik yang semakin tegas, tetapi juga tidak terlepas dengan persaingan antar lembaga yang menginginkan kekuasaan tertinggi hanya untuk diri mereka sendiri.
Pergelutan antara lembaga presiden dan parlemen terjadi di tahun 1990-1993 dilatarbelakangi dengan munculnya beberapa aktor dengan pemikiran yang kontradiktif satu sama lain, seperti Yeltsin yang pada saat itu terpilih menjadi ketua Dewan Tertinggi RSFSR dan Ruslan Khasbulatov sebagai wakilnya. Yeltsin memandang bahwa sistem pemerintahan Gorbachev yang pada saat itu adalah pemimpin Uni Soviet tidak lagi menjadi sistem yang dapat membawa kebaikan bagi Uni Soviet, Yeltsin pun memandang bahwa ada kemungkinan sistem pemerintahan Gorbachev akan membawa disintegrasi pada Uni Soviet sehingga Yeltsin pun berpendapat bahwa RSFSR membutuhkan presiden yang kuat demi dua tujuan yaitu melawan dan menentang kekuasaan Gorbachev dan mencegah daerah Uni Soviet untuk memperoleh kemerdekaannya.
Dengan kekuasaan massa yang besar di Moskow, Yeltsin pun memulai impiannya untuk dapat menjadi pemimpin Uni Soviet yang baru. Tetapi ternyata Yeltsin pun memperoleh perlawan yang kuat dari wakilnya yaitu Khasbulatov yang memandang bahwa Rusia hendaknya merupakan negara dengan wewenang terbesar ada pada parlemen dan tidak berada di tangan presiden.
Mencermati dari penjelasan ringkas di atas, dapat dilihat bahwa pada awalnya ada upaya yang dilakukan Yeltsin untuk menjadikan Rusia sebagai negara dengan otoritas tertinggi berada di bawah tangan presiden, dan ini kemudian berlanjut di kemuan hari setelah disetujuinya sistem super presiden di Rusia, dan parlemen hanya menjadi alat untuk melegalkan kebijakan-kebijakan otoratif presiden.
Awal mula kepemimpinan Yeltsin sebagai pemimpin yang berasal dari kudeta garis keras pun sebenarnya tidak bernyalan dengan mulus, banyaknya persoalan internal Rusia, mulai dari persoalan ekonomi dan sosial dengan peningkatan kemiskinan di masyarakat yang sangat signifikan, mengakibatkan Yeltsin merasa sulit dalam pemerintahannya. Tetapi jalan yang dipilih oleh Yeltsin dengan lebih mengedepamkan persoalan ekonomi tanpa dibarengi reformasi di bidang politik akhirnya menjadi bumerang bagi Yeltsin. Tanpa adanya aturan-aturan yang dapat mengontrol para aktor ekonomi, mengakibatkan pertumbuhan krisis yang tidak terkendali, dan Yeltsin seakan disetir oleh para pemilik modal di Rusia, dan  hal ini hanya membuat situasi ekonomi Rusia semakin mengkhawatirkan.
Dari banyaknya gangguan internal tersebut, akhirnya Yeltsin pun menerima pukulan keras ketika perannya sebagai pemimpin Rusia digantikan oleh Igor Gaidar. Dan adanya wacana referendum yang mengatakan apakah Rusia akan memilih presiden atau sistem parlemen. Serta dengan dibebas tugaskannya beberapa kawan terpercaya Yeltsin dari tugas mereka, mengakibatkan hilangnya pendukung Yeltsin. Sehingga Yeltsin pun memulai upaya dengan berusaha mengambil hati kongres wakil rakyat serta memperkuat pengaruhnya terhadap media dengan mendirikan pusat informasi federal demi memenangkan referendum tahun 1993.
Pembahasan di atas pun dapat dianalisa bahwa Yeltsin memiliki watak yang sangat kuat dan pantang menyerah, dari krisis internal dan dinamika perpolitikan di Rusia yang fluktuatif, dia dapat mengambil kesempatan dengan mengoptimalkan beberapa unsur yang dahulunya tidak dipandang sebagai alat yang dapat meningkatkatkan citra seorang pemimpin, seperti pemanfaatan media yang dilakukan Yeltsin dan bagaimana dia dapat mengontrolnya dengan baik dengan menempatkan orang-orang terpercayanya di bidang tersebut, dan bagaimana dia berusaha memupuk kepercayaan dewan setelah dia kehilangan beberapa pengikut setianya.
Besarnya intrik perebutan kekuasaan yang dilakukan Yeltsin dan lawan-lawan politisnya, bahkan penyeberangan dukungan yang dilakukan oleh Rutskoi yang sebenarnya adalah wakil yang dia angkat sendiri menjadikan Yeltsin menjadi pemimpin yang sangat konfliktual, dan juga keputusan dari mahkamah konstitusi yang menjatuhkan pernyatakan pemerintahan Yeltsin sebagai model kediktatoran adalah salah satu contoh kecilnya. Dan semua itu dijawab Yeltsin dengan tindakan yang agak ekstrim pula dengan beberapa kali melakukan revisi konstitusi dan bahkan menutup gedung parlemen rusia, rumah kepresidenan, dan memotong listrik dan pasokan air.
Kemenangan Yeltsin pada oktober 1993 dan lawan politiknya yang berada dipenjara menjadi jalan mulus bagi Yeltsin untuk mewujudkan impiannya. Dengan dasar konstitusi yang telah direvisi dan akhirnya lebih banyak memberikan keuntungan kepada dirinya, walau juga terlihat bahwa dengan konstitusi 1993 Rusia seakan menjadi negara yang demokratis federal, adanya jaminan kegiatan ekonomi, pengakuan keberagaman ideologi, serta hak asasi manusia yang mulai dipandang penting, serta pemisahan kekuasaan disetiap lembaga negara demi terciptanya kontrol kekuasaan bagi setiap lini, akan tetapi semua itu pun dibarengi dengan semakin besarnya kekuasaan presiden, dan sistem super presiden pun semakin berjaya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar