Laman

Jumat, 01 Februari 2013

Perspektif-Perspektif Ekonomi-Politik Internasional

Sumber Gambar: indonesiaeximbank.go.id
Perspektif Merkantilis
Konsepsi yang dikenal sebagai Nasionalisme-Ekonomi yang memiliki akar sejarah yang paling panjang di antara keempat perspektif. Gagasan ini pertama kali muncul dalam literatur ilmu ekonomi pada tulisan Jean Baptiste Colbert dan Friedrich List dalam literatur politik internasional gagasan yang dikenal sebagai realisme politik ini bisa ditemukan dalam tulisan klasik Thucydides SM, Niccolo Machiavelli, Thimas Hibbes, hingga kini Hans J. Morgenthau dan Robert Gilpin.
   Perspektif ini memandang Negara sebagai aktor utama yang secara aktif dan rasional mengatur ekonomi dan meningkatkan kekuasaannya. Di mana untuk memperoleh surplus dari perdagangan nasional yang merupakan lingkungan yang penuh konflik, pemerintah masing-masing negara harus mengembangkan kebijaksanaan “nasionalisme-ekonomi”, yaitu (a) menerapkan pengendalian harga dan upah buruh; (b) menerapkan strategi industrialisasi substitusi-impor; (c) menggalakkan ekspor manufaktur dan membatasi impor komoditi dasar.
Selain itu perspektif ini juga menegaskan kebijakan ekonomi selalu tunduk pada kebijakan ekonomi dan kekuasaan. Artinya, jika menginginkan perubahan sistem ekonomi internasional yang tidak mendukung kepentingannya, suatu Negara harus mampu mengubah distribusi kekuatan politik internasional. Jika hal tersebut terjadi pada Negara yang lemah, maka pemikir merkantilis menganjurkan agar Negara tersebut melakukan intervensi pasar untuk melindungi ekonomi domestiknya dari dominasi asing.
Seperti disebutkan sebelumnya, gagasan merkantilisme dalam literatur ekonomi sama dengan paham realisme pada ilmu politik. Sehingga kritiknya pun sama, di mana perspektif ini terlalu berlebihan dalam menekankan kepentingan nasional sehingga merugikan kepentingan global. Para pengkritik paham  ini terutama kaum liberal  menunjukkan bahwa penekanan yang berlebihan pada kepentingan nasional sangat mengganggu efisiensi ekonomi global.

Perspektif Liberal
Kemunculan perspektif ini pada awalnya sebagai alternatif yang diajukan oleh pengkritik merkantilisme, yang dipelopori oleh Adam Smith dan David Ricardo dengan menentang pengendalian ekonomi domestik dan internasional yang berlebihan. Perspektif liberal mengajukan argumen bahwa cara yang paling tepat untuk meningkatkan kekayaan nasional adalah justru dengan membiarkan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan internasional berjalan secara bebas dan tidak dibatasi. Dengan kata lain Pasar Bebas.
Konsepsi ini didasarkan pada gagasan kedaulatan pasar dalam proses ekonomi dan mengasumsikan adanya keselarasan adanya kepentingan alamiah di antara manusia dan bangsa di mana individu  (konsumen, perusahaan/wiraswasta individual) adalah aktor utama yang berperilaku rasional dalam usaha memaksimalkan perolehan keuntungannya.
Selain itu, kaum liberal juga yakin bahwa tidak adalah alasan akan timbulnya konflik dalam hubungan ekonomi-politik, sebab setiap aktor yang terlibat akan memperoleh keuntungan dengan barang dan jasa yang tersedia, dengan demikian kesejahteraan bias ditingkatkan. Serta spesialisasi dalam perdagangan internasional akan mendorong dan meningkatkan efisiensi perdagangan internasional. Di mana efisiensi akan menjamin penurunan ongkos  produksi dan peningkatan volume, yang berarti peningkatan konsumsi pula.
Kaum liberal percaya bahwa demi memenuhi kepentingan nasionalnya, setiap bangsa harus bersikap terbuka dan kooperatif dalam hubungan ekonomi dengan Negara lain. Di mana pada pengejaran kepentingan sendiri, dalam suatu sistem ekonomi, yang bebas dan kompetitif dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Ada pun dalam sisi peran pemerintah, kaum liberal menganggap ekonomi dan politik merupakan bidang yang berbeda, sehingga peran pemerintah terbatas pada pengelolaan pasar untuk menjamin bahwa semua perdagangan yang secara potensial menguntungkan bias terlaksana.
Gagasan liberal pun  tidak terlepas dari kritik, yang pertama adalah bahwa praktek transaksi ekonomi yang diajukan hanya menguntungkan yang lebih efisien, “si kuat” dan merugikan “si lemah” yang dalam penekanannya sangat merugikan ekonomi Negara berkembang. Serta dalam arena internasional, fakta memperlihatkan bahwa tidak semua bangsa memiliki kemampuan kompetitif yang setara, sehingga jika pemerintah nasional tidak melakukan intervensi hal timpang akan terjadi dan hanya menguntungkan yang “kuat” dalam segi modal, seperti yang terlihat ekonomi dunia hanya di dominasi oleh beberapa Negara industri maju yang sangat kuat.

Perspektif Radikal
Perspektif radikal berkembang sebagai reaksi meluasnya liberalisme di abad 19.  Basis pokok perspektif ini adalah Marxisme. Kaum marxis melihat kapitalisme dan pasar telah menciptakan perbedaan yang sangat ekstrim, yaitu kekayaan bagi kapitalis dan kemiskinan untuk kaum buruh. Di mana hasil pertumbuhan ekonomi didistribusikan secara tidak merata.
Perspektif ini menolak pendapat bahwa pertukaran yang terjadi secara individu akan memaksimalkan kemakmuran seluruh masyarakat. Marxis pun memandang liberalisme mengandung bibit konflik dan harus digantikan dengan sosialisme. Dalam hal ini marxis sesuai dengan merkantilis dengan mempersoalkan distribusi pendapatan.
Kaum marxis membuat beberapa asumsi, pertama adalah kelas sosial merupakan aktor dominan dalam ekonomi politik. Kedua, kelas-kelas bertindak berdasarkan kepentingan materiil mereka.  Ketiga, basis dari ekonomi kapitalis adalah eksploitasi kelas buruh.  Di mana hubungan kapitalis dan buruh bersifat antagonistic, sebab terjadi pencurian nilai di mana nilai lebih yang diperoleh kapitalis bukanlah hak sah mereka, melainkan hal yang dirampas dari kaum buruh, sebab sarana produksi pun hanya dikendalikan oleh segelintir minoritas masyarakat.
Namun, sejak pertengahan 1960-an, muncul kelompok Neo-marxis yang berpandangan bahwa kaum kapitalis kini menjadi kosmopolitan atau “transnasional”, yang berkepentingan dengan kecenderungan global dan sedikit sekali dengan kaitan pemerintah Negara asal mereka.
Perspektif ini pun tidak terlepas dari kritik dari pemikir-pemikir yang lain, yaitu argumen kaum radikal kadang ridak rasional, di mana pandangan yang menyarankan Negara berkembang menarik diri dari perdagangan nasional, padahal dalam dinamika sekarang ini tidak memungkinkan suatu Negara untuk mengisolasi diri merak dari perdagangan dunia.

NB: Tulisan ini bersumber dan berpatokan pada buku "Ekonomi-Politik Internasional dan Pembangunan", oleh Dr. Mochtar Mas'oed. 

Analisis Film Thirteen Days Menggunaan Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice)

Sumber Gambar: moviepostershop.com
Film ini bercerita tentang hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet pada masa pemerintahan presiden jogn f kennedi pada tahun 1962 yang bercerita tentang krisis Kuba Missie dan menceritakan bagaimana pola hubungan antar Amerika serikat dengan Uni Soviet dan Kuba dan begitu juga sebaliknya khusunya dalam hal idelogi dan militer. Film yang dibintangi oleh aktor seperti Kevin Costner, Bruce Greenwood dan Shawn Drisco memang sarat dengan nilai nilai politik, keamanan, pemerintahan, krisis kommunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, militer, ideologi, diplomasi dan realitas fenomena hubungan internasional.
Film ini menangkap suasana politik pada tahun 1962 ketika Presiden John F Kennedy harus membuat suatu strategi untuk mencegah perang nuklir dengan Uni Soviet. Banyak berbagai strategi dan pilihan yang didiskusikan antara presiden dan staf stafnya di pemerintahan Amerika Serikat, salah satunya menggunakan pendekatan pilihan rasional (rational choice).
Pendekatan pilihan rasional ialah bahwa individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik dan sebagai makhluk yang rasional selalu mempunyai tujuan-tujuan yang mencerminkan apa yang dianggapnya kepentingan diri sendiri.
Subtansi dasar penganut pilihan rasional adalah[1]:
  1. Tindakan manusia pada dasarnya adalah ”instrument” (dalam arti membantu) agar perilaku manusia dapat dijelaskan sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan
  2. Para aktor merumuskan perilakunya melalui perhitungan rasional mengenai mana yang akan memaksimalkan keuntungannya. Informasi relevan yang dimiliki oleh aktor sangat mempengaruhi hasil dan perhitungannya.
  3. Proses-proses sosial bersekala besar termasuk hal-hal seperti ratting, institusi dan praktek-praktek merupakan hasil dari kalkulasi seperti itu. Mungkin akibat dari pilihan kedua. pilihan ketiga, atau pilihan N yang perlu dilacak.
 Sedangkan menurut Daniel Little memberikan pengertian tentang pilihan rasional dan menyatakan bahwa paradigma pilihan rasional memberikan perhituangan yang general dari mekanisme antara fenomena sosial. Jika dapat diasumsikan bahwa individu-individu dalam berbagai penyesuaian sosial memberikan keputusan yang  berdasarkan perhitungan yang berbasis kepercayaan dan tujuan mereka. Bisa untuk menjelaskan pengaturan sosial sebagai akibat kumulatif dari pilihan pilihan itu. Paradigma ini dianggap kontroversial, tetapi beberapa ilmuwan sosial percaya bahwa abstraksi pendekatan pilihan rasional yang terlalu banyak dan komplit dan  berbudaya di tindakan manusia, dengan akibat bahwa pilihan rasional tidak ada hubungannya dengan perilaku sosial yang nyata.[2]
Film Thirteen Days yang menceritakan masa 13 hari yang menegangkan, dalam sejarah Amerika serikat Pada masa suasana Perang Dingin di bulan Oktober 1962 sejumlah misil balistik di Kuba yang diprakarsai oleh Uni Soviet dengan persetujuan Fidel Castro. Menimbulkan kekhawatiran presiden AS John F. Kennedy, karena rudal-rudal itu kalau diaktifkan akan sanggup mencapai wilayah AS secara cepat dan dikhawatirkan tidak dapat terhindarkan yang akan membahayakan wilayah AS. Presiden AS bersama para stafnya memikirkan berbagai pilihan untuk mengahdapi tindakan Uni Soviet, termasuk melakukan serangan nuklir terlebih dahulu sebelum misil-misil itu menghancurkan wilayah AS.
Krisis rudal Kuba merupakan salah satu fenomena internisonal yang memberikan dampak sangat besar terhadap perdamaian dunia karena melibatkan dua negara adidaya dan mempunyai pengaruh signifakan terhadapa neara-negara lain. Krisis yang berawal dari terungkapnya fakta bahwa Amerika serikat telah mendukung serangan ke Teluk Babi di daerah Kuba dan memicu kemarahan Uni Soviet karena Kuba merupakan salah satu negara komunis dan pada saat itu Uni Soviet memilik pengaruh dan kepentingan karena Uni Soviet memproklamirkan diri sebagai pemimpin komunis dunia perdana menteri Uni Soviet, Nikita Khruschev, pada  bulan September 1962 menyatakan kepada Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy  bahwa setiap serangan berikutnya terhadap Kuba akan dinilai sebagai tindakan perang kepada Uni Soviet.
Dan tidak lama setelahnya Uni Soviet menempatkan rudal-rudal berukuran sedang yang dilengkapi dengan hulu ledak nuklir di Kuba. Rudal-rudal tersebut mengancam AS karena kemampuan merusaknya yang dapat menghancurkan sebuah kota besar dalam waktu singkat sekitar 5 menit setelah diluncurkan dan hal itu mebuat Amerika Serikat sangat khawatir terhadap keselamatan warganya karena waktu untuk mengevakuasi warga sangat sedikt kalau memang ada serangan dari Uni Soviet. Pada tanggal 22 Oktober 1962, Kennedy muncul di muka publik dan menuntut Uni Soviet untuk menarik rudal-rudalnya atau AS akan menyerang Kuba. Maka, dimulailah minggu-minggu yang dikenal dengan sebutan Krisis Rudal Kuba ini.
Pada Oktober 1962, foto U-2 surveilans mengungkapkan bahwa Uni Soviet sedang dalam proses penempatan senjata nuklir di Kuba. Senjata-senjata ini memiliki kemampuan untuk menembak sebagian besar Amerika Serikat bagian timur dan selatan dalam beberapa menit jika diaktifkan. John F. Kennedy dan penasihatnya harus menghasilkan sebuah rencana tindakan melawan Soviet. Kennedy bertekad untuk menunjukkan bahwa ia cukup kuat untuk menahan ancaman, dan Pentagon menyarankan serangan militer AS terhadap Kuba - yang dapat menunjukkan jalan ke invasi AS namun, Kennedy enggan untuk mengikuti, karena invasi AS bisa menyebabkan Soviet untuk membalas di Eropa khususnya di Berlin. Konfrontasi nuklir tampaknya hampir tak terelakkan.
Negosiasi di antara dua musuh bebuyutan ini terjadi dengan alot karena kedua belah pihak merasa siap untuk berperang dan tidak mau mengurangi tuntutannya. Kapal-kapal perang Amerika mengepung Kuba untuk memaksakan sebuah “karantina” terhadap semua pelayaran milik Kuba; pesawat-pesawat pengebom mencari posisi di Florida dan bersiaga menghadapi serangan udara. Untungnya, pada tanggal 28 Oktober 1962, Khruschev menyatakan bahwa Uni Soviet bersedia memindahkan nuklirnya asalkan AS berjanji tidak akan menyerbu Kuba.
Ditengah situasi itulah presiden Amerika John F. Kennedi harus mengambilkan keputusan dan pilihan atas kebijakan yang harus dilakukan Amerika serikat untuk meredam tindakan Uni Soviet. Pilihan yang digunakan John F. Kennedy dianalisis dengan menggunakan teori pilihan rasional. Dimanakah letak pilihan rasional dalam Film Thirteen Days?
Pilihan rasional merupakan model penjelasan atas tindakan yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial yang mendasar kepada kepercayaan dan tujuan serta menggabungkan beberapa pardigma teori ekonomi, game teori, teori public goods dan teori kemungkinan. Dengan asumsi bahwa individu dengan keragaman latar belakang sosial seperti Presiden John F.  Kennedy membuat pilihan tindakan atau keutusan berdasarkan kepercayaan dan tujuan mereka dalam hal ini seluruh jajaran dan aparat pemerintah Amerika Serikat dan dimaksudkan untuk dapat menerangkan sejumlah penyelesaian masalah sosial sebagai akibat dari pilihan tersebut dalam menyikapi masalah krisis nuklir Kuba. Metode penjelasan rasional dimaksudkan untuk menjelaskan tentang kerangka kerja dari teori pilihan rational (rational choice theory) yang meliputi teori pengambilan keputusan (decision theory) yang diambil oleh presiden Amerika Serikat.
Presiden John F. Kennedy menghimbau kepada perdana menteri Uni Soviet agar menghentikan poyek pembangunan pangakalan militernya tetapi hal itu tidak dihiraukan oleh Uni Soviet. Yang dipikirkan oleh pemerintah Amerika untuk membuat itu tidak sampai terjadi adalah dengan memberikan tekanan dan aksi internasional sampai mereka menyerah atau dengan menyerang mereka dengan serangan udara. Karena mereka berfikir untuk menyingkirkan rudal Soviet dengan dilakukan penyerangan. Atas hasil rapat orang penting di Amerika mengusulkan untuk menghancurkan rudal-rudal tersebut yaitu dengan menyiapkan serangan militernya yang merupakan solusi jangka pendek, melakukan serangan udara terhadap perthahanan terhadap rudal mereka atau invasi. Jadi, yang tadinya akan dilakukan atas dasar saran dari mereka adalah pertama memberikan ultimatum untuk melucuti rudal-rudal yang Soviet miliki, melakukan invasi dan juga serangan udara yang diikuti oleh serangan militer.
Tetapi presiden Amerika tidak menyetujui penyerangan itu, maka dia pun melakukan upaya-upaya agar Soviet mau menarik semua peralatan militernya yang berada ataupun sedang dalam perjalanan ke Kuba. Dan keputusan presiden Amerika akhirnya memblokade Kuba. Amerika memblokade senjata di Kuba dengan mencegat kapal-kapal yang menuju ke Uni Soviet menuju Kuba. Apabila terdapat senjata militer, maka diminta kapal tersebut untuk pulang kembali. Tetapi, apabila kapal tersebut menolak pemindahan tersebut terpaksa dilakukan penyerangan dan invasi.
Pada 28 Oktober 1962, perdana menteri Uni Sovyet Nikita Khrushchev setuju melucuti misil yang ditempatkannya di Kuba. Pengumuman Khrushchev tersebut mengakhiri krisis misil Kuba yang telah berlangsung sejak 14 Oktober 1962. Keberhasilan presiden Amerika serikat yang ke 35 John F. Kennedy dalam konflik antara Amerika dan Soviet ini adalah hasil dari perubahan proses pengembilan keputusannya yang berdasarkan pilihan rasional. Presiden Amerika mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kritis kepada petinggi militernya sampai akhirnya terjadi perdebatan karena petinggi militernya selalu mengusahakan untuk melakukan serangan udara. Para petinggi mengajukan pernyataan untuk invasi, tetapi ada juga yang melakukan perudingan atau damai.
Ditengah perundingan yang terjadi presiden dan timnya memikirkan mana yang terbaik dengan alalisis mereka. Dan setelah itu baru mengambil keputusan yang terbaik. Dalam kasus krisis nuklir ini Presiden John F. Kennedy sangat berhati-hati dalam menentukan kebijakan yang diambilnya berdasarkan pilihan yang rasional .


NB: Oleh, M NAJERI AL SYAHRIN (20090510119). Mahasiswa Hubungan Internasional UMY.


[1] Budiardjo, Miriam (2008) Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
[2] Daniel little dalam buku varieties of social explanation an introduction to philosophy of social science , westview press, inc , USA ,1991