Laman

PENGARUH KELOMPOK BISNIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN KEBIJAKAN DI JEPANG

sumber gambar: japanportal.jp

A. Kelompok Perusahaan-Perusahaan Besar dan Pengaruhnya
Golongan kepentingan (interest group) di Jepang, antara lain ialah kelompok perusahaan-perusahaan besar Jepang atau kelompok Big Business. Ada empat (4) asosiasi bisnis (business associations) khusus yang terutama/penting di Jepang,[1] yaitu Keidanren (Federation of Economic Organizations), Nishio (Japan Chamber of Commerce and Industry), Keizai Doyukai (japan Committee for Economic Development), dan Nikkeiren  (Federation of Employeres Organization).
Di samping itu terdapat pula organisasi perusahaan swasta (yang bersifat prifat), yaitu Keiretsuka yang merupakan pengelompokan atau afiliasi dari perusahaan keluarga yang membentuk aliansi bersatu-padu untuk bekerja menuju kesuksesan bersama satu sama lain. Sistem keiretsu juga didasarkan pada kemitraan yang erat antara pemerintah dan bisnis. Hal ini dapat dipahami sebagai jaring hubungan rumit yang menghubungkan bank, produsen, pemasok, dan distributor dengan pemerintah Jepang.[2] Misalnya Mitshubishi group.
Keidanren (Federasi Bisnis Jepang) adalah sebuah organisasi ekonomi yang komprehensif dengan keanggotaan terdiri dari 1.285 perusahaan perwakilan dari Jepang, 127 asosiasi industri nasional dan 47 organisasi ekonomi regional (seperti tanggal 29 Maret 2012). [3] Keidanren dapat dikatan menjadi cerminan pemerintah Jepang itu sendiri, seperti melalui Keidanren Nature Conservation Fund (KNCF) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Luar Negeri, Keidanren memberikan bantuan untuk upaya konservasi alam dilaksanakan oleh NGO/NPO di negara-negara berkembang, khususnya di kawasan Asia-Pasifik.
Nishio (Japan Chamber of Commerce and Industry/JCCI) didirikan pada bulan Maret, 1878 di Tokyo.[4] Sebagai pemimpin opini di kalangan ekonomi, JCCI merupakan ruang lokal dengan menyajikan saran-saran mereka kepada pemerintah dan badan-badan lainnya, dan membantu menerapkannya. JCCI juga memainkan peran penting dalam penyebaran informasi mengenai kebijakan dan program pemerintah.
Adapun Keizai Doyukai merupakan organisasi nonpartisan yang dibentuk pada tahun 1946 oleh 83 pemimpin bisnis yang disatukan oleh keinginan bersama untuk berkontribusi pada rekonstruksi ekonomi Jepang. Keizai Doyukai telah memperkuat peran kepemimpinan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat Jepang dan dalam mencari solusi untuk masalah dalam negeri banyak dan memastikan keseluruhan kesejahteraan masyarakat Jepang.[5] Dalam studi yang mendalam, serta penelitian dan diskusi yang dilakukan Keizai Doyukai terhadap ekonomi Jepang, dan dari hasil tersebut sangat mempengaruhi kebijakan pemerintah dan industri, serta masyarakat Jepang secara keseluruhan.
Nikkeiren sendiri terdiri dari 47 asosiasi pengusaha daerah dan 60 perdagangan berbasis kelompok.[6] Nikkeiren didirikan pada tahun 1948 untuk mencerminkan suara manajemen pada waktu ketika Jepang mengalami serangkaian pemogokan sebagai pengaruh dari meningkatnya gerakan buruh. Dari hal tersebut Nikkeiren melakukan penelitian dan membuat proposal kebijakan tentang isu manajemen perburuhan yang paling dikenal untuk menetapkan pedoman dalam kenaikan upah dan kondisi kerja lainnya pada negosiasi dengan serikat buruh. Dan kini Nikkeiren dan Keidanren melakukan penggabungan untuk menciptakan kelompok pengusaha yang lebih efisien  dan berpengaruh.

B. Bentuk Hubungan Kelompok Bisnis dan Pemerintah
Organisasi bisnis Jepang merupakan salah satu aktor utama dalam kesuksesan ekonomi negara. Adapun hubungan pebisnis bersama-sama dengan politisi dan birokrat, bersinergi untuk menciptakan perekonomian Jepang yang mendunia. Sinergi ini sering disebut sebagai Iron Triangle, di mana ketiga aktor saling bersimbiosis mutualisme.[7]
Melalui sudut pandang pebisnis, dapat tarik benang merah antara hubungan pebisnis dengan politisi, sebagai pebisnis memberikan political contribution, dan politisi membuat kebijakan yang mendukung pebisnis. Serta hubungan antara bisnis dan birokrat, dengan pebisnis ada yang melakukan ”amakudari” ke birokrat, begitu pula sebaliknya dan birokrat memberikan dukungan untuk pebisnis dengan administrative guidance. Hubungan ini terbentuk dalam kerangka kerjasama dimana birokrasi/pemerintah berusaha mendorong bisnis agar dapat berkompetisi di dunia internasional.
Sumber permodalan bisnis di Jepang yang tidak hanya berasal dari bank, perusahaan asuransi, dan sumber modal lainnya, tetapi juga ditopang oleh kredit pinjaman dari pemerintah serta pajak dan tabungan masyarakat Jepang secara keseluruhan. Hal tersebut membuat pebisnis Jepang tidak perlu khawatir terhadap bottom line, sehingga perusahaan Jepang dapat berkonsentrasi pada stabilitas jangka panjang dan pertumbuhan market share yang mendorong terciptanya lifetime employees serta pinjaman jangka panjang. Terkait dengan permodalan dan hasil dari simbiosis antara pebisnis dengan pemerintah terbukti karena kredit dari pemerintah Jepang berada dibalik kesuksesan para pebisnis. Pemerintah menjamin ketersediaan sumber finansial.
Ada pun saat ini, kontrol pemerintah dilakukan melalui Japan's Ministry of International Trade and Industry (MITI) yang dibentuk pada tahun 1949 dari serikat Badan Perdagangan dan Departemen Perdagangan dan Industri dalam upaya untuk mengekang inflasi pascaperang dan memberikan kepemimpinan pemerintah dan bantuan untuk pemulihan produktivitas industri dan pekerjaan.[8] Dalam mengontrol pertukaran luar negeri dan perijinan teknologi asing. Untuk menghindari monopoli dan mendorong kompetisi, MITI memastikan agar perusahaan-perusahaan mendapatkan teknologi yang sama. Selain itu, MITI membantu perusahaan yang mengalami depresi serta membantu perusahaan yang lemah untuk bermerger. MITI bersama kementrian lainnya juga memberikan panduan administrative bagi perusahaan dan pebisnis agar mereka dapat melakukan aktivitas dengan garis yang paling produktif. Panduan ini tidak memiliki paksaan hukum, namun pebisnis secara sukarela menerimanya.
Bisnis Jepang pun memiliki kekuatan dalam hubungan antar kelompok sebagai satu kesatuan masyarakat. Japan Incorporated oleh Chalmers Johnson didefinisikan sebagai hubungan informal yang mengibaratkan Jepang sebagai perusahaan. Hubungan yang erat antara pemerintah dan bisnis terjadi sesudah PD II dimana dalam hubungan tersebut terdapat cita-cita bersama yaitu rekonstruksi nasional dan pertumbuhan ekonomi untuk mengejar ketertinggalan dari Barat.[9] Japan Inc sendiri memiliki dua komponen, yaitu struktur berupa institution dan policy/kebijakan.

C. Peran Kelompok Bisnis Terhadap Proses Pembentukan Kebijakan
Sebagai salah satu negara yang menganut paham demokrasi, Jepang dalam pembuatan kebijakan tak luput dari peran berbagai pihak, yang meliputi supra struktur politik berfungsi sebagai output/keluaran dan infra struktur sebagi input.
Komponen supra struktur meliputi lembaga-lembaga negara atau pelengkap negara di Jepang menurut konstitusi 1947 terdiri dari legislatif, executive dan yudikatif, sedangkan infra struktur terdiri dari lima 5 komponen/unsur, yaitu:[10]
1. Partai politik (Political Party)
2. Golongan kepentingan (Interest Group)
3. Golongan penekan (Pressure Group)
4.  Alat komunikasi politik (MediaPolitical Communication)
5. Tokoh politik (Political Figure)
Jepang pun sebagai suatu negara yang menganut sistem politik demokrasi, tidak dapat meniadakan hidup dan berkembangnya partai politik, dengan kata lain adanya partai politik merupakan salah satu ciri bahwa Jepang merupakan negara demokrasi. Sampai saat ini, Jepang menganut sistem politik multi party (banyak partai), yaitu ada enam (6) partai besar:[11]
1.    Liberal Democratic Party (LDP) (jiyu Minshuto or Jiminto), yang banyak didukung oleh birokrat, pengusaha, dan petani.
2.    The Japan Socialist Party (Nippon S Hakaito), yang didukung oleh buruh(sayap kiri).
3.    The Komneito (Clean Government Party), yang didukung para penganut agama Budha.
4.    The Democratic Socialist Party (Minshato), yang didukung oleh buruh (sayap kanan).
5.    The Japan Communist Party (Nihon Kyosanto), yang didukung oleh komunis.
6.   The United Social Democratic Party (Shakai Minshu Rengo of Shminren), merupakan partai termuda dan terkecil di Jepang, merupakan sempalan JSP (sosialis sayap kanan).
LDP yang kini menjadi partai penguasa pemerintahan di Jepang dengan beranggotakan lebih besar dari para pengusaha, memunculkan adanya anggapan bahwa para pengusaha sangat berperan dalam menentukan kebijakan. Walaupun secara struktur partai merupakan komponen infra struktur namun para pengusaha yang tergabung dalam LDP dapat memanfaatkan LDP sebagai salah satu sarana untuk ikut campur dalam pembuatan kebijakan. Faktanya banyak perdana mentri Jepang yang merupakan seorang pengusaha yang sekaligus menjabat menjadi seorang politik. Serta Takafumi Horie yang telah disebutkan dalam poin latar belakang paper ini, yang merupakan superstar bisnis perusahaan internet dan multimedia sebagai salah satu anggota LDP merupakan cerminan dari besarnya hubungan pebisnis dan pemerintah Jepang.
Dan dari pendekatan konsep kelompok kepentingan yang digunakan dalam paper ini, terlihat bahwa kelompok pebisnis melalui pendekatan dengan partai politik telah berusaha melebarkan pengaruh dan kekuasaannya demi meningkatkan dan memperoleh kepentingan kelompok mereka sekaligus mengukuhkan dominasi ekonominya.
Serta kuatnya pengaruf finansial yang mana dimiliki oleh para pengusaha merupakan salah satu faktor penting. Sehingga sudah menjadi rahasia umum bahwa ketika para pengusaha dapat menduduki kursi politik sangatlah mudah untuk mempengaruhi pemerintah. Kemajuan Jepang pun sangat jelas bahwa peran perusahaan besar memegang kendali yang cukup besar, dengan adanya penyuntikan baik pajak maupun non pajak yang menjadi salah satu pendapatan bagi Jepang,
Empat kelompok perusahaan-perusahaan atau kelompok Big Business Jepang ditambah Keiretsuka sebagai organisasi perusahaan swasta dapat dikategorikan sebagai interest asosiasi, yang mempunyai pengaruh dalam pembuatan kebijaksanaan di bidang bisnis dan industri Jepang. Karena situasi dan kondisi politik di Jepang (tempat interest group tersebut hidup dan berkembang), maka interset group bisa berubah menjadi pressure group (golongan penekan), yaitu golongan yang bisa memaksakan kehendaknya kepada pihak penguasa. Sehingga kelompok Big Bussines tersebut dapat disebut sebagai golongan penekan (walau mungkin pada mulanya tidak ditujukan menjadi golongan penekan), sebab kelompok tersebut (infra struktur politik) dalam pelaksanaan sistem politik Jepang dapat mempengaruhi supra struktur politik (khususnya pemerintah/eksekutif/kabinet) dalam pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan. Hal ini akan tampak pada policy making process.

NB: Tulisan ini merupakan bagian dari tugas paper UAS mata kuliah Pol. Pem. Asia Timur oleh, ST Khadijah Tinni, Fadli Syahdiyono, GoraArdian Dwi Putra, Herni Putrianti, Rizky Aulia Hidayah S. Mahasiswa UMY, Jurusan Hubungan Internasional.



[1] Yustisia. Mengenai Sistem Politik Dan Sistem Pemerintahan Jepang. si.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 5 Januari 2013.
[2]  Margaret Rouse. Keiretsu. http://searchcio-midmarket.techtarget.com/definition/keiretsu . Diakses pada tanggal 5 Januari 2013.
[3] http://www.keidanren.or.jp/en/profile/pro001.html. Diakses pada tanggal 5 Januari 2013.
[4] http://www.jcci.or.jp/jcci-e/jcciinto.html. Diakses pada tanggal 5 Januari 2013.
[5]  http://www.doyukai.or.jp/en/about/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2013.
[6]  Sachiko Hirao. Nikkeiren, Keidanren join drive for greater efficiency. http://www.japantimes.co.jp/text/nb20000519a5.html. Diakses pada tanggal 5 Januari 2013.
[8] John Pike. Ministry of International Trade and Industry (MITI) http://www.fas.org/irp/world/japan/miti.htm. Diakses pada tanggal 4 Januari 2013.
[9] Retno. Resensi Buku: Edwin O. Reischauer ”The Japanese Today; Change and Continuity”. http://chikupunya.multiply.com/journal/item/84/Bisnis-di-Jepang-resume-buku. Diakses pada tanggal 3 Januari 2013.
[10] Bob Nur Hasan. Policy Making in Japan. http://macamilmublog.blogspot.com/2012/10/policy-making-in-japan.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2013.
[11] Koichi Kishimoto. 1988. Politics in Modern Japan Development and Organization.Third Edition. Tokyo : Japan Echo Inc. Hal. 91-93.

Kamis, 24 Januari 2013

CONFLICK TACTICS AND STYLES

 Gambar: yuhendrablog.wordpress.com
1.      Apakah yang dimaksud dengan Taktik dan Gaya Berkonflik?
Jawab: Taktik berkonflik adalah tindakan spesifik yang kita lakukan dalam menghadapi situasi atau konflik tertentu baik itu dengan cara menghindar, mengancam, atau bahkan berusaha mencari solusi dari konflik tersebut. Dan jika taktik yang kita gunakan memunculkan pola keajekan maka itulah yang dimaksud dengan gaya berkonflik atau tindakan berulang yang kita lakukan dalm menghadapi konflik. Beberapa hasil penelitian mengemukakan bahwa ada keuntungan dan kelemahan yang dapat terlihat dari gaya taktik yang kita gunakan saling bertautan satu sama lain.

2.      Jelaskan Variasi taktik yang digunakan seseorang ketika dia berkeputusan untuk:
Jawab:
a.      Menghindar (avoidance):  tindakan penghindaran adalah tindakan yang ditujukan untuk "meminimalkan pembahasan konflik secara eksplisit". Ada 4 jenis utama dari tindakan penghindaran, yaitu:
1.      Dalih dan Penolakan terjadi ketika seseorang menggunakan, a. Penolakan langsung yaitu pernyataan yang menyangkal bahwa konflik itu ada. b. Penolakan Implisit yaitu pernyataan yang menyiratkan penolakan dengan memberikan alasan untuk adanya penolakan, walaupun penolakan ini tidak eksplisit. c. Komentar yang bersifat mengelak yaitu kegagalan untuk mengakui atau menyangkal adanya konflik menyusul pernyataan atau pertanyaan tentang konflik oleh pasangan tersebut.
2.      Manajemen topik dibagi menjadi dua bentuk. a. Penggeseran topik dan b.Penolakan topik.
3.      Komentar tanpa komitmen juga terbagi menjadi empat bentuk, pernyataan komitmen, pertanyaan tanpa komitmen, pernyataan abstrak, komentar prosedural.
4.      Pernyataan sopan hanya memiliki satu bentuk tertawa atau melalui bercandaan.
b.      Terlibat (engage) dalam konflik: Ada dua kelompok besar dalam membantu seseorang untuk dapat terlibat dan bukannya untuk menghindari konflik, yaitu kelompok pertama adalah taktik "distributif" yaitu taktik yang bersifat kompetitif,  dan  berorientasi individual dengan bentuk pemaksaan dan kontrol. Taktik Kompetitif adalah "taktik lisan dan perilaku yang individualis". Taktik ini berfokus pada orientasi menang atau kalah dan sering mencerminkan keyakinan bahwa seseorang akan mendapatkan apa dan yang lain akan kehilangan apa.
Bentuk kedua adalah taktik "integratif". ini adalah taktik kolaboratif yang melibatkan upaya kerja sama untuk saling mengelolah konflik. Taktik ini dirancang untuk berusaha saling menguntungkandengan menginduksi atau membujuk pihak lain untuk bekerja sama. Taktik kolaboratif, bagaimanapun, menganggap bahwa ukuran kue dapat ditingkatkan dengan bekerja sama dengan pihak lain. Semua dapat meninggalkan konflik dengan sesuatu yang mereka nilai sendiri.




Grebeg Maulud Nabi, Budaya yang Tak Pernah Sirna


Memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW, warga Yogyakarta menyelenggarakan upacara Grebeg Maulud Tahun Wawu 1946 pada tanggal 12 Maulud yang bertepatan pada tanggal 24 Januari 2013, sebagai bentuk rasa syukur terhadap setiap berkah yang diberikan oleh sang pencipta, Allah SWT.
Dalam acara upacara Grebeg Maulud tahun ini, diarak sebanyak 3 gunungan, gunungan berbentuk segi tiga melambangkan kelaki-lakian atau dalam bahasa jawa adalah Lanang, dang yang berpuncak agak pipih melambangkan keperempuanan atau wedon. Gunungan terdiri dari makanan seperti sayuran, kacang-kacangan, cabai merah, telur, beberapa makanan berbahan dasar, yang disusun membentuk gunung yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan Mataram.
Masyarakat menyambut agenda ini dengan sangat antusias bahkan sebelum fajar menyingsing, beberapa warga telah memenuhi pelataran Mesjid Agung yang menjadi lokasi perebutan gunungan tersebut. Hingga mata hari terlihat dan memantulkan sinar yang terik pun tidak menyurutkan semangat mereka atas kepercayaan yang mereka rejeki atas rezeki dari gunungan tersebut.
Gunungan memasuki pelataran mesjid sekitar pukul 10.15, dikawal oleh prajurit-prajurit Kraton. Dan setelah gunungan  didoakan, acara puncak pun terjadi. Tanpa perlu dikomando lagi para warga yang telah menunggu berjam-jam akhirnya meluapkan hasratnya dengan beramai-ramai memperebutkan gunungan tersebut. Situasi saat perebutan terasa sangat cepat, dengan sedikit adu dorong, tetapi semua itu dilalui dengan suka cita dan senyum bahagia. Bahkan  walau gunungan sudah habis diperebutkan, sebagian warga masih mencoba mencari sisa-sisa gunungan tersebut di pasir dan lantai pelataran mesjid. Sungguh acara budaya ini menyuguhkan pemandangan yang penuh emosional. 
















Selasa, 22 Januari 2013

Perkembangan Komunisme Uni Soviet Di Bawah Pemerintahan Lenin

Sumber Gambar: guardian.co.uk
Uni Soviet menganut sistem politik satu partai yang didominasi oleh Partai Komunis hingga 1990.[1] Walaupun Uni Soviet sebenarnya adalah suatu kesatuan politik dari beberapa Republik Soviet dengan ibu kota di Moskwo, nyatanya Uni Soviet menjelma menjadi negara yang pemerintahannya sangat terpusat dan menerapkan sistem ekonomi komando.
Revolusi Bolshevik atau dikenal juga dengan Revolusi Oktober tahun 1917 adalah revolusi yang dilakukan oleh pihak komunis Uni Soviet, di bawah pimpinan Lenin[2]. Revolusi Bolshevik merupaka pintu gerbang awal kekuasaan  komunisme di Uni Soviet pada masa  itu. Di mana kelompok Bolshevik meresmikan berdirinya Republik Soviet Rusia yang telah dan mengubah namanya menjadi Republik Soviet Sosialis Federasi Rusia (RSSFR).
Revolusi Bolshevik sendiri muncul berdasarkan pada ajaran Marxisme yang sedang gencar dilakukan. Di mana isu anti Tsarisme, anti feodalisme, dan berbudakan menjadi salah satu tema dari ajaran Marxisme. Berbagai aksi demonstrasi menentang perubahan sistem tsarisme menggelora. Ajaran Karl Marx berperan dalam revolusi yang terjadi, karena ajarannya sesuai denga kondisi pada masyarakat Uni Soviet[3].
Kekalahan tentara Uni Soviet pada Perang Dunia II membawa Uni Soviet ke dalam masa suram. Setelah tahun 1918, masyarakat Uni Soviet kekurangan makanan dan konflik tanah merupakan hal yang sukar diatasi. Pemerintahan dinilai terlalu lemah oleh kaum Bolsheviks. Pemerintahan pada waktu berada dalam kekuasaan kaum Mensheviks, kelompok lain dalam gerakan sosialis Uni Soviet. Sementara itu, kaum Bolsheviks merupakan pecahan dari Partai Demokratik Sosialis Uni Soviet, yang didirikan oleh Vladimir I Lenin yang ditunjuk sebagai pemimpin partai pada tahun 1898[4]. Revolusi Bolshevik merujuk kepada satu revolusi yang bermula dengan pemberontakan bersenjata di Petrograd, ibukota Uni Soviet pada saat itu. Revolusi ini dipimpin oleh golongan Bolshevik, yang menggunakan pengaruh mereka di Soviet Petrograd untuk mengumpulkan pasukan bersenjata.[5]
Maka dari penjelasan singkat di atas adapun kami mengangkat judul “Perkembangan Komunisme Uni Soviet di Bawah Pemerintahan Lenin” untuk lebih memahami lebih lanjut terhadap bentuk awal mula perkembanganpaham komunismemenjadi  salah satu paham yang sangat berpengaruh pada masa itu  bahkan saat ini  dan bagaimana Lenin sebagai tokoh sentral dapat mengembangkannya melalui kebijakan-kebijakan yang dijalankannya.
A.   Biografi Singkat Lenin
Vladimir Lenin atau Vladimir Ilyich Lenin merupakan nama samaran dari Vladimir Ilyich Ulyanov, yang lahir di Simbirsk, 22 April 1870 dan wafat di Gorki, 21 Januari 1924. Ia dikenal sebagai revolusioner komunis Rusia, Pemimpin Partai Bolshevik, pendiri Uni Soviet, Perdana Menteri Uni Soviet pertama, Kepala Negara Uni Soviet pertama secara de facto, dan penggagas Leninisme.[6]
Perkenalan pertama Lenin dengan  karya-karya Karl Marx  dan  Friedrich  Engels yang bersifat sosialis dimulai ketika Lenin bekerja sebagai seorang pengacara di Saint Petersburg. Tetapi karena karya tentang Marxisme dilarang di Rusia, Lenin pun ditangkap dan dipenjara selama setahun. Lalu ia dibuang ke Siberia.
Pada bulan Februari 1917, berhubung dengan kekalahan besar Rusia di Perang Dunia I, maka Tsar Nikolas II dipaksa untuk turun takhta. Lalu dibentuk sebuah kabinet yang dipimpin oleh Alexander Kerensky. Tanggal 16 April 1917, Lenin kembali ke Petrograd, nama kota Saint Petersburg yang telah di'Rusia'-kan.
Kemudian Lenin pada bulan Juli mencoba mengadakan pemberontakan kaum buruh. Tetapi pemberontakan ini gagal, lalu Lenin melarikan diri ke Finlandia. Pada bulan Oktober 1917 ia kembali lagi dan berusaha mengadakan Revolusi Oktober. Pada saat ini ia berhasil, maka pada tanggal 7 November 1917menurut tarikh Kalender Gregorian atau tanggal 25 Oktober menurut tarikh Kalender Julian, revolusinya berhasil dan Kerensky terpaksa melarikan diri.

B.   Kebijakan-kebijakan Pemerintahan Lenin
Lenin adalah seorang pemimpin politik yang paling bertanggung jawab terhadap berdirinya komunisme di Rusia. Sebagai seorang penganut ideology Karl Marx yang gigih dan setia, Lenin meletakan dasar politik yang hanya bisa dibayangkan oleh Karl Marx seorang. Sulit kiranya Marx untuk mewujudkan ideologi yang telah diciptakannya dalam realitas kehidupan bernegara. Namun tidak demikian bagi Lenin. Dalam waktu yang sangat cepat,
Lenin mampu menyebarkan komunisme keseluruh penjuru dunia. Beberapa gagasan Lenin ialah: pertama, melihat pentingnya peranan kaum petani dalam menyelenggarakan revolusi (Marx hanya melihat peranan kaum buruh). Kedua, melihat peranan suatu partai politik yang militant yang terdiri atas professional revolutionaries untuk memimpin kaum protelar (Marx berpendapat bahwa kaum protelar akan bangkit sendiri) dan merumuskan cara–cara merebut kekuasaan. Ketiga, melihat imperialism sebagai gejala yang memperpanjang hidup kapitalisme (Marx berpendapat bahwa kapitalisme pada puncak perkembangannya akan menemui ajalnya dan diganti oleh komunisme).
Awal mula kekuasaaan pemerintahan komunisme Lenin dihadapkan oleh kondisi yang sangat memprihatinkan yang dialami masyarakat Rusia pada masa itu, di mana pada akhir perang saudara tahun 1921, Rusia menghadapi kehancuran ekonomi yang parah. Percetakan pemerintah membuat nilai rubel menjadi nol. Agar negara berfungsi pada tingkat kehidupan yang paling sederhana, diambil langkah–langkah keras baru yang tidak sejalan dengan janji muluk kaum Bolshevik kepada kaum buruh dan kaum petani sebelum revousi 1917 dilaksanakan.
Petani yang tidak mau menjual hasil buminya karena rendahnya nilai uang, harus menyerahkan gandumnya. Kerja wajib diberlakukan dan pemogokan dilarang. Lenin cukup realistis dan berpendapat bahwa rakyat Rusia akan mati kelaparan kalau prinsip–prinsip komunisme dipraktikkan pada saat itu juga. Ketika Lenin memegang pemerintahan, Rusia hendak disusun menjadi seratus persen komunis. Semua hasil produksi, baik industry maupun pertanian, harus diserahkan kepada negara. Nantinya negara yang akan membagi-bagikannya dengan adil. Akan tetapi petani kaya (Kulak) menolak menyerahkan segala hasil buminya kepada negara. Para petani juga tidak mau menanam lebih dariapa yang mereka butuhkan untuk hidup, sebab sebanyak apapun mereka menanam, hasil yang mereka dapatkan sama saja. Akibatnya, pertanian menjadi kacau dan bahaya kelaparan menjadi ancaman besar saat itu.
Karena itu pada tahun 1921, Lenin meresmikan kebijakan Ekonomi Baru atau New Economic Policy (NEP) yang merupakan kebijakan ekonomi yang diambil setelah Perang Sipil yang menghancurkan sendi-sendi ekonomi negeri. Kebijakan ini diambil melihat dari kehancuran ekonomi yang diakibatkan oleh Perang Sipil di Rusia. Lenin menganjurkan NEP sebagai kebijakan sementara untuk memperbolehkan pasar bebas dan investasi asing. Di mana hasil bumi boleh dijual dengan bebas.
Namun, untuk menyaingi sistem pertanian bebas yang dipraktikkan pada kulak, diadakan pula pertanian kolektif (kolkhoz) dan pertanian negara (sovkhoz) untuk menyaingi pertanian bebas daripara kulak. NEP ini terbukti berjalan dengan baik. Para kulak makin terdesak dan semakin banyak petani yang menggabungkan diri ke dalam kolkhoz. Tujuan utama dari kebijakan ini ialah mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian, bengkel, pabrik, dengan tetap menerapkan insentifefisiensi dan laba dari sistem kapitalisme. Pelaksanaan kebijakan Ekonomi Baru ini member kesempatan kepada Rusia untuk menarik napas selama tujuh tahun.
Selain kebijakan dalam persoalan ekonomi, Lenin pun mengeluarkan kebijakan terhadap persoalan politik dengan pembentukan perangkat hokum. Oleh karena itu, pada Sidang Soviet Seluruh Rusia V mengesahkan Konstitusi RSFSR 1918 pada 19 Juli 1918. Konstitusi ini sejalan dengan Gerakan Kaum Proletar, dan menempatkan Deklarasi Hak Kaum Pekerja dan Kaum Tertindas pada bagian awal konstitusi tersebut.
Selain itu juga, ditegaskan pula dalam UUD bahwa bentuk negara adalah Diktator Proletariat dalam bentuk Kekuasaan Soviet Seluruh Rusia yang kuat. Tujuan utama pemerintahan Diktator Proletariat adalah untuk menghancurkan praktek-praktek borjuasi, dan penghentian penindasan manusia oleh manusia, dan perwujudan sosialisme, dimana tidak terdapat lagi perbedaan kelas, dan kekuasaan negara.
Pada bagian selanjutnya, mengatur tentang sistem pemerintahan Soviet dalam Bab tentang Konstruksi Kekuasaan Soviet, dimana Sidang Soviet Seluruh Rusia merupakan dewan tertinggi yang terdiri dari Perwakilan Soviet-soviet Kota (Gorodskie Soviety) dan Soviet Propinsi (Gubernskie Soviety). Sidang dilaksanakan setidaknya dua kali setahun. Di masa sela antara sidang, kekuasaan dipegang oleh Komite Eksekutif Seluruh Rusia (VtsIK) yang terdiri tidak lebih dari 200 orang. Sedangkan semua urusan pemerintahan, akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini SNK (Dewan Komisaris Rakyat). Demikian keputusan-keputusan penting yang termuat dalam konstitusi RSFSR 1918 selain hal-hal yang berkaitan dengan hak pilih aktif, dan pasif warga negara, hak budget, lambang negara, dan lagu kebangsaan.[7]
Terlihat jelas bahwa, Pemerintahan Bolshevik secara sistemik dan konstitusional hendak melakukan perubahan yang revolusioner sebagaimana yang diamanatkan oleh Konstitusi RSFSR 1918 untuk menghilangkan pengaruh dan anasir-anasir lama rezim otokratis yang berbau borjuasi atau dianggap borjuasi dengan hal yang sama sekali baru, dan memiliki simbol, dan muatan ideologi komunis.  
C.   Pengaruh Revolusi Bolsevik Terhadap Perkembangan  Komunisme Internasional
Perkembangan paham komunisme di Uni Soviet tidak  hanya memberikan dampak yang signifikan bagi proses dinamika perpolitikan dan ekonomi di internasl negara Uni Soviet, tetapi hal tersebut pun mempengaruhi beberapa negara besar di dunia dan menjadikan ideologi komunisme sebagai ideoloiy negara mereka.
Salah satu negara yang menerima dampak dari revolusi Bolshevik  adalah China. Imperialisme telah menghisap rakyat Cina selama lebih dari satu abad, awal mulanya melalui kapal-kapal dagang yang memperjual-belikan barang-barang dan kemudian dengan merampas bagian-bagian bangsa Cina. Inggris, kekuatan imperialis terkuat di waktu itu, mengambil kepemimpinan, berperang melawan Cina tahun 1839-1842 setelah Kaisar Qing menolak pasokan besar opium dari Inggris. Cina mengalami kekalahan dan menyerahkan Hongkong sebagai koloni Inggris. Oleh karenya RRC lebih cenderung pada ideologi komunisme.
Berdirinya Partai Komunis Cina (Gong Chan Dang) dilatarbelakangi oleh Revolusi Bolshevik. Karena setelah revolusi ini berhasil, komunisme mulai membentangkan sayapnya keseluruh dunia, salah satunya adalah negara Cina. Keberhasilan Revolusi Bolshevik sangat menarik perhatian para intelektual Cina, sehingga mereka banyak mempelajari buku-buku ajaran komunisme. Hilangnya kepercayaan intelektual Cina terhadap negara-negara Barat, semakin membuat mereka menyukai paham komunisme.[8]
Selian China, Indonesia pun sebagai salah satu negara yang menerima efek  dari Revolusi Bolsevik, dengan terbentuknya Partai Komunis Indonesia dan munculnya tokoh-tokoh Komunis yang berpengaruh seperti Tan Malaka.
Di Eropa sendiri yang dari awal telah mengenal paham sosialis pun dengan mudah menerima kemenangan Kaum Bolshevisme dan dengan dukungan pemogokan buruh di Prancis dan Jerman, serta  Inggris, kekuatan komunisme dunia pun semakin besar, tidak hanya itu, terbentuknya dan semakin eratnya jalinan komunisme internasional, membantu dalam tahap-tahap awal perubahan pemerintahan otoriter Tsar menuju  pemerintahan sosialisme  Lenin.
NB: Tulisan ini adalah untuk memenuhi  tugas kelompok mata kuliah Pol Pem Rusia, oleh: Arifianto Rifki, Sirwan Y Bustami, Firman Eko, Farid Hafiz, ST Khadijah Tinni, Arshena Arhama kamaratih. Jurusan Hubungan Internasional  UMY.

[1] Bridget O'Laughlin (1975) Marxist Approaches in Anthropology. Annual Review of Anthropology Vol. 4: hlm. 341–370.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Oktober
[4] http://ssbelajar.blogspot.com/2012/07/revolusi-bolsheviks-di-rusia.html
[5] http://ms.winelib.com/wiki/Revolusi_Bolshevik
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Vladimir_Lenin
[7] A. Fahrurodji. (2005). Rusia Baru Menuju Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal. 133.
[8] http://frenndw.wordpress.com/2010/06/29/komunisme-dan-perkembangannya-di-tiongkok-revolusi-bolshevik-dan-revolusi-1949/