Laman
▼
Kamis, 31 Januari 2013
PENGARUH KELOMPOK BISNIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN KEBIJAKAN DI JEPANG
sumber gambar: japanportal.jp |
A. Kelompok
Perusahaan-Perusahaan Besar dan Pengaruhnya
Golongan kepentingan (interest group) di Jepang, antara
lain ialah kelompok perusahaan-perusahaan besar Jepang atau kelompok Big
Business. Ada empat (4) asosiasi bisnis (business associations) khusus yang
terutama/penting di Jepang,[1] yaitu Keidanren (Federation of Economic
Organizations), Nishio (Japan Chamber of
Commerce and Industry), Keizai Doyukai (japan Committee for Economic
Development), dan Nikkeiren (Federation
of Employeres Organization).
Di samping itu terdapat pula organisasi perusahaan swasta
(yang bersifat prifat), yaitu Keiretsuka
yang merupakan pengelompokan atau afiliasi dari perusahaan keluarga yang
membentuk aliansi bersatu-padu untuk bekerja menuju kesuksesan bersama satu
sama lain. Sistem keiretsu juga didasarkan pada kemitraan yang erat antara
pemerintah dan bisnis. Hal ini dapat dipahami sebagai jaring hubungan rumit
yang menghubungkan bank, produsen, pemasok, dan distributor dengan pemerintah
Jepang.[2]
Misalnya
Mitshubishi group.
Keidanren
(Federasi Bisnis Jepang) adalah sebuah organisasi ekonomi yang komprehensif
dengan keanggotaan terdiri dari 1.285 perusahaan perwakilan dari Jepang, 127
asosiasi industri nasional dan 47 organisasi ekonomi regional (seperti tanggal
29 Maret 2012). [3] Keidanren dapat dikatan
menjadi cerminan pemerintah Jepang itu sendiri, seperti melalui Keidanren Nature
Conservation Fund (KNCF) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Luar
Negeri, Keidanren
memberikan bantuan untuk upaya konservasi alam dilaksanakan oleh NGO/NPO di
negara-negara berkembang, khususnya di kawasan Asia-Pasifik.
Nishio (Japan Chamber of
Commerce and Industry/JCCI) didirikan pada bulan Maret, 1878 di Tokyo.[4]
Sebagai pemimpin opini di kalangan ekonomi, JCCI merupakan ruang lokal dengan
menyajikan saran-saran mereka kepada pemerintah dan badan-badan lainnya, dan
membantu menerapkannya. JCCI juga memainkan peran penting dalam penyebaran
informasi mengenai kebijakan dan program pemerintah.
Adapun
Keizai Doyukai merupakan organisasi nonpartisan yang dibentuk pada tahun 1946
oleh 83 pemimpin bisnis yang disatukan oleh keinginan bersama untuk
berkontribusi pada rekonstruksi ekonomi Jepang. Keizai Doyukai telah memperkuat
peran kepemimpinan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat Jepang dan dalam
mencari solusi untuk masalah dalam negeri banyak dan memastikan keseluruhan
kesejahteraan masyarakat Jepang.[5] Dalam studi yang mendalam, serta
penelitian dan diskusi yang dilakukan Keizai Doyukai terhadap ekonomi Jepang,
dan dari hasil tersebut sangat mempengaruhi kebijakan pemerintah dan industri,
serta masyarakat Jepang secara keseluruhan.
Nikkeiren
sendiri terdiri dari 47 asosiasi pengusaha daerah dan 60 perdagangan berbasis
kelompok.[6] Nikkeiren didirikan pada
tahun 1948 untuk mencerminkan suara manajemen pada waktu ketika Jepang
mengalami serangkaian pemogokan sebagai pengaruh dari meningkatnya gerakan
buruh. Dari hal tersebut Nikkeiren melakukan penelitian dan membuat proposal
kebijakan tentang isu manajemen perburuhan yang paling dikenal untuk menetapkan
pedoman dalam kenaikan upah dan kondisi kerja lainnya pada negosiasi dengan
serikat buruh. Dan kini Nikkeiren dan Keidanren melakukan penggabungan untuk
menciptakan kelompok pengusaha yang lebih efisien dan berpengaruh.
B. Bentuk Hubungan Kelompok Bisnis dan Pemerintah
Organisasi
bisnis Jepang merupakan salah satu aktor utama dalam kesuksesan ekonomi negara.
Adapun hubungan pebisnis bersama-sama dengan politisi dan birokrat, bersinergi
untuk menciptakan perekonomian Jepang yang mendunia. Sinergi ini sering disebut
sebagai Iron Triangle, di mana ketiga
aktor saling bersimbiosis mutualisme.[7]
Melalui
sudut pandang pebisnis, dapat tarik benang merah antara hubungan pebisnis dengan politisi, sebagai pebisnis memberikan political contribution, dan politisi
membuat kebijakan yang mendukung pebisnis. Serta hubungan antara bisnis dan
birokrat, dengan pebisnis ada yang melakukan ”amakudari” ke birokrat, begitu
pula sebaliknya dan birokrat memberikan dukungan untuk pebisnis dengan administrative guidance. Hubungan ini
terbentuk dalam kerangka kerjasama dimana birokrasi/pemerintah berusaha
mendorong bisnis agar dapat berkompetisi di dunia internasional.
Sumber
permodalan bisnis di Jepang yang tidak hanya berasal dari bank, perusahaan
asuransi, dan sumber modal lainnya, tetapi juga ditopang oleh kredit pinjaman
dari pemerintah serta pajak dan tabungan masyarakat Jepang secara keseluruhan. Hal
tersebut membuat pebisnis Jepang tidak perlu khawatir terhadap bottom line, sehingga perusahaan Jepang
dapat berkonsentrasi pada stabilitas jangka panjang dan pertumbuhan market
share yang mendorong terciptanya lifetime
employees serta pinjaman jangka panjang. Terkait dengan
permodalan dan hasil dari simbiosis antara pebisnis dengan pemerintah terbukti
karena kredit dari pemerintah Jepang berada dibalik kesuksesan para pebisnis.
Pemerintah menjamin ketersediaan sumber finansial.
Ada pun saat ini, kontrol
pemerintah dilakukan melalui Japan's Ministry of International Trade and
Industry (MITI) yang dibentuk pada tahun 1949 dari serikat Badan Perdagangan
dan Departemen Perdagangan dan Industri dalam upaya untuk mengekang inflasi
pascaperang dan memberikan kepemimpinan pemerintah dan bantuan untuk pemulihan
produktivitas industri dan pekerjaan.[8]
Dalam mengontrol pertukaran luar negeri dan perijinan teknologi asing. Untuk
menghindari monopoli dan mendorong kompetisi, MITI memastikan agar
perusahaan-perusahaan mendapatkan teknologi yang sama. Selain itu, MITI
membantu perusahaan yang mengalami depresi serta membantu perusahaan yang lemah
untuk bermerger. MITI bersama kementrian lainnya juga memberikan panduan
administrative bagi perusahaan dan pebisnis agar mereka dapat melakukan
aktivitas dengan garis yang paling produktif. Panduan ini tidak memiliki
paksaan hukum, namun pebisnis secara sukarela menerimanya.
Bisnis Jepang pun
memiliki kekuatan dalam hubungan antar kelompok sebagai satu kesatuan
masyarakat. Japan Incorporated oleh Chalmers Johnson
didefinisikan sebagai hubungan informal yang mengibaratkan Jepang sebagai
perusahaan. Hubungan yang erat antara pemerintah dan bisnis terjadi sesudah PD
II dimana dalam hubungan tersebut terdapat cita-cita bersama yaitu rekonstruksi
nasional dan pertumbuhan ekonomi untuk mengejar ketertinggalan dari Barat.[9] Japan Inc
sendiri memiliki dua komponen, yaitu struktur berupa institution dan policy/kebijakan.
C. Peran Kelompok Bisnis Terhadap Proses Pembentukan
Kebijakan
Sebagai salah satu
negara yang menganut paham demokrasi, Jepang dalam pembuatan kebijakan tak
luput dari peran berbagai pihak, yang meliputi supra struktur politik berfungsi
sebagai output/keluaran dan infra struktur sebagi input.
Komponen
supra struktur meliputi lembaga-lembaga negara atau pelengkap negara di Jepang
menurut konstitusi 1947 terdiri dari legislatif, executive dan yudikatif,
sedangkan infra struktur terdiri dari lima 5 komponen/unsur, yaitu:[10]
1. Partai politik (Political Party)
2. Golongan kepentingan (Interest Group)
3. Golongan penekan (Pressure Group)
4. Alat komunikasi politik (MediaPolitical
Communication)
5. Tokoh politik (Political Figure)
Jepang pun sebagai
suatu negara yang menganut sistem politik demokrasi, tidak dapat meniadakan
hidup dan berkembangnya partai politik, dengan kata lain adanya partai politik
merupakan salah satu ciri bahwa Jepang merupakan negara demokrasi. Sampai saat
ini, Jepang menganut sistem politik multi party (banyak partai), yaitu ada enam
(6) partai besar:[11]
1. Liberal Democratic Party (LDP) (jiyu Minshuto or Jiminto), yang banyak
didukung oleh birokrat, pengusaha, dan petani.
2. The Japan Socialist Party (Nippon S
Hakaito), yang didukung oleh buruh(sayap kiri).
3. The Komneito (Clean Government
Party), yang didukung para penganut agama Budha.
4. The Democratic Socialist Party
(Minshato), yang didukung oleh buruh (sayap kanan).
5. The Japan Communist Party (Nihon
Kyosanto), yang didukung oleh komunis.
6. The United Social Democratic Party
(Shakai Minshu Rengo of Shminren), merupakan partai
termuda dan terkecil di Jepang, merupakan sempalan JSP (sosialis sayap kanan).
LDP yang kini menjadi
partai penguasa pemerintahan di Jepang dengan beranggotakan lebih besar dari
para pengusaha, memunculkan adanya anggapan bahwa para pengusaha sangat berperan
dalam menentukan kebijakan. Walaupun secara struktur partai merupakan komponen
infra struktur namun para pengusaha yang tergabung dalam LDP dapat memanfaatkan
LDP sebagai salah satu sarana untuk ikut campur dalam pembuatan kebijakan.
Faktanya banyak perdana mentri Jepang yang merupakan seorang pengusaha yang
sekaligus menjabat menjadi seorang politik. Serta Takafumi Horie yang telah
disebutkan dalam poin latar belakang paper ini, yang merupakan superstar bisnis
perusahaan internet dan multimedia sebagai salah satu anggota LDP merupakan
cerminan dari besarnya hubungan pebisnis dan pemerintah Jepang.
Dan dari pendekatan
konsep kelompok kepentingan yang digunakan dalam paper ini, terlihat bahwa
kelompok pebisnis melalui pendekatan dengan partai politik telah berusaha
melebarkan pengaruh dan kekuasaannya demi meningkatkan dan memperoleh
kepentingan kelompok mereka sekaligus mengukuhkan dominasi ekonominya.
Serta
kuatnya pengaruf finansial yang mana dimiliki oleh para pengusaha merupakan
salah satu faktor penting. Sehingga sudah menjadi rahasia umum bahwa ketika
para pengusaha dapat menduduki kursi politik sangatlah mudah untuk mempengaruhi
pemerintah. Kemajuan Jepang pun sangat jelas bahwa peran perusahaan besar
memegang kendali yang cukup besar, dengan adanya penyuntikan baik pajak maupun
non pajak yang menjadi salah satu pendapatan bagi Jepang,
Empat
kelompok
perusahaan-perusahaan atau kelompok Big Business Jepang
ditambah Keiretsuka sebagai organisasi perusahaan swasta dapat dikategorikan sebagai interest asosiasi, yang mempunyai pengaruh dalam
pembuatan kebijaksanaan di bidang bisnis dan industri Jepang. Karena situasi
dan kondisi politik di Jepang (tempat interest group tersebut hidup dan
berkembang), maka interset group bisa berubah menjadi pressure group (golongan
penekan), yaitu golongan yang bisa memaksakan kehendaknya kepada pihak
penguasa. Sehingga kelompok Big Bussines tersebut dapat disebut sebagai
golongan penekan (walau mungkin pada mulanya tidak ditujukan menjadi golongan
penekan), sebab kelompok tersebut (infra struktur politik) dalam pelaksanaan
sistem politik Jepang dapat mempengaruhi supra struktur politik (khususnya
pemerintah/eksekutif/kabinet) dalam
pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan. Hal ini akan tampak pada policy making process.
NB: Tulisan ini merupakan bagian dari tugas paper UAS mata kuliah Pol. Pem. Asia Timur oleh, ST Khadijah Tinni, Fadli Syahdiyono, GoraArdian Dwi
Putra, Herni Putrianti, Rizky Aulia Hidayah S. Mahasiswa UMY, Jurusan Hubungan Internasional.
[1]
Yustisia. Mengenai
Sistem Politik Dan Sistem Pemerintahan Jepang. si.uns.ac.id.
Diakses pada tanggal 5 Januari 2013.
[2]
Margaret Rouse. Keiretsu.
http://searchcio-midmarket.techtarget.com/definition/keiretsu . Diakses pada
tanggal 5 Januari 2013.
[3] http://www.keidanren.or.jp/en/profile/pro001.html. Diakses pada tanggal 5 Januari
2013.
[4]
http://www.jcci.or.jp/jcci-e/jcciinto.html. Diakses pada tanggal 5 Januari
2013.
[5]
http://www.doyukai.or.jp/en/about/. Diakses pada tanggal 5 Januari
2013.
[6]
Sachiko Hirao. Nikkeiren, Keidanren join drive for greater efficiency.
http://www.japantimes.co.jp/text/nb20000519a5.html. Diakses pada tanggal 5 Januari
2013.
[7]Alya Mirza.
Keunikan dan Kompaknya "Iron Triangle"
Jepang. http://theblacklollipop.blogspot.com/2011/04/keunikan-dan-kompaknya-iron-triangle.html.
Diakses pada tanggal 3 Januari 2013.
[8]
John
Pike. Ministry of International Trade and Industry
(MITI) http://www.fas.org/irp/world/japan/miti.htm. Diakses pada tanggal 4
Januari 2013.
[9] Retno. Resensi Buku: Edwin O. Reischauer ”The
Japanese Today; Change and Continuity”.
http://chikupunya.multiply.com/journal/item/84/Bisnis-di-Jepang-resume-buku. Diakses pada tanggal 3 Januari
2013.
[10]
Bob Nur Hasan. Policy
Making in Japan. http://macamilmublog.blogspot.com/2012/10/policy-making-in-japan.html. Diakses pada tanggal 3 Januari
2013.
[11]
Koichi Kishimoto.
1988. Politics in Modern Japan Development and Organization.Third Edition.
Tokyo : Japan Echo Inc. Hal. 91-93.
Kamis, 24 Januari 2013
CONFLICK TACTICS AND STYLES
1.
Apakah
yang dimaksud dengan Taktik dan Gaya Berkonflik?
Jawab: Taktik
berkonflik adalah tindakan spesifik yang kita lakukan dalam menghadapi situasi
atau konflik tertentu baik itu dengan cara menghindar, mengancam, atau bahkan
berusaha mencari solusi dari konflik tersebut. Dan jika taktik yang kita
gunakan memunculkan pola keajekan maka itulah yang dimaksud dengan gaya
berkonflik atau tindakan berulang yang kita lakukan dalm menghadapi konflik.
Beberapa hasil penelitian mengemukakan bahwa ada keuntungan dan kelemahan yang
dapat terlihat dari gaya taktik yang kita gunakan saling bertautan satu sama lain.
2.
Jelaskan
Variasi taktik yang digunakan seseorang ketika dia berkeputusan untuk:
Jawab:
a.
Menghindar
(avoidance): tindakan penghindaran adalah tindakan yang ditujukan
untuk "meminimalkan pembahasan
konflik secara eksplisit". Ada 4
jenis utama dari tindakan
penghindaran, yaitu:
1.
Dalih
dan Penolakan terjadi ketika seseorang menggunakan, a. Penolakan langsung
yaitu pernyataan yang menyangkal bahwa konflik itu ada. b. Penolakan Implisit yaitu pernyataan yang menyiratkan
penolakan dengan memberikan alasan untuk adanya
penolakan, walaupun penolakan ini tidak eksplisit.
c. Komentar yang bersifat mengelak yaitu kegagalan untuk mengakui atau menyangkal adanya konflik menyusul
pernyataan atau pertanyaan
tentang konflik oleh pasangan
tersebut.
2. Manajemen topik dibagi menjadi
dua bentuk. a. Penggeseran
topik dan b.Penolakan
topik.
3.
Komentar tanpa komitmen juga terbagi menjadi empat bentuk, pernyataan komitmen, pertanyaan
tanpa komitmen, pernyataan abstrak, komentar prosedural.
4.
Pernyataan
sopan hanya memiliki satu bentuk tertawa atau melalui bercandaan.
b.
Terlibat
(engage) dalam konflik: Ada
dua kelompok besar dalam membantu seseorang untuk dapat terlibat dan bukannya
untuk menghindari konflik, yaitu kelompok pertama adalah taktik
"distributif" yaitu taktik yang bersifat kompetitif, dan
berorientasi individual dengan bentuk pemaksaan dan kontrol. Taktik
Kompetitif adalah "taktik lisan dan perilaku yang individualis".
Taktik ini berfokus pada orientasi menang atau kalah dan sering mencerminkan
keyakinan bahwa seseorang akan mendapatkan apa dan yang lain akan kehilangan
apa.
Bentuk kedua
adalah taktik "integratif". ini adalah taktik kolaboratif yang
melibatkan upaya kerja sama untuk saling mengelolah konflik. Taktik ini
dirancang untuk berusaha saling menguntungkandengan menginduksi atau membujuk
pihak lain untuk bekerja sama. Taktik kolaboratif, bagaimanapun, menganggap
bahwa ukuran kue dapat ditingkatkan dengan bekerja sama dengan pihak lain.
Semua dapat meninggalkan konflik dengan sesuatu yang mereka nilai sendiri.
Grebeg Maulud Nabi, Budaya yang Tak Pernah Sirna
Memperingati
hari Maulid Nabi Muhammad SAW, warga Yogyakarta menyelenggarakan upacara Grebeg Maulud Tahun Wawu
1946 pada tanggal 12 Maulud yang bertepatan pada tanggal 24 Januari 2013, sebagai bentuk rasa syukur terhadap setiap berkah yang diberikan oleh
sang pencipta, Allah SWT.
Dalam
acara upacara Grebeg Maulud
tahun ini, diarak sebanyak 3 gunungan, gunungan berbentuk segi tiga
melambangkan kelaki-lakian atau dalam bahasa jawa adalah Lanang, dang yang
berpuncak agak pipih melambangkan keperempuanan atau wedon. Gunungan terdiri dari makanan seperti
sayuran, kacang-kacangan, cabai merah, telur, beberapa makanan berbahan dasar,
yang disusun membentuk gunung yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan
Mataram.
Masyarakat menyambut agenda ini dengan sangat
antusias bahkan sebelum fajar menyingsing, beberapa warga telah memenuhi
pelataran Mesjid Agung yang menjadi lokasi perebutan gunungan tersebut. Hingga
mata hari terlihat dan memantulkan sinar yang terik pun tidak menyurutkan
semangat mereka atas kepercayaan yang mereka rejeki atas rezeki dari gunungan
tersebut.
Gunungan memasuki pelataran mesjid sekitar pukul
10.15, dikawal oleh prajurit-prajurit Kraton. Dan setelah gunungan didoakan, acara puncak pun terjadi. Tanpa perlu
dikomando lagi para warga yang telah menunggu berjam-jam akhirnya meluapkan
hasratnya dengan beramai-ramai memperebutkan gunungan tersebut. Situasi saat
perebutan terasa sangat cepat, dengan sedikit adu dorong, tetapi semua itu
dilalui dengan suka cita dan senyum bahagia. Bahkan walau gunungan sudah habis diperebutkan,
sebagian warga masih mencoba mencari sisa-sisa gunungan tersebut di pasir dan
lantai pelataran mesjid. Sungguh acara budaya ini menyuguhkan pemandangan yang penuh
emosional.
Selasa, 22 Januari 2013
Perkembangan Komunisme Uni Soviet Di Bawah Pemerintahan Lenin
Sumber Gambar: guardian.co.uk |
Uni Soviet menganut sistem politik satu partai yang didominasi oleh Partai
Komunis hingga 1990.[1] Walaupun
Uni Soviet sebenarnya adalah suatu kesatuan politik dari beberapa
Republik Soviet dengan ibu kota di Moskwo,
nyatanya Uni Soviet menjelma menjadi negara yang pemerintahannya sangat
terpusat dan menerapkan sistem ekonomi komando.
Revolusi
Bolshevik atau dikenal juga dengan Revolusi Oktober tahun
1917 adalah revolusi yang dilakukan
oleh pihak komunis Uni Soviet, di bawah pimpinan Lenin[2].
Revolusi Bolshevik merupaka pintu gerbang awal kekuasaan komunisme di Uni Soviet pada masa itu. Di mana kelompok
Bolshevik meresmikan berdirinya Republik Soviet Rusia yang telah dan mengubah
namanya menjadi Republik Soviet Sosialis Federasi Rusia (RSSFR).
Revolusi Bolshevik
sendiri muncul berdasarkan pada ajaran Marxisme yang sedang gencar dilakukan.
Di mana isu anti Tsarisme, anti feodalisme, dan berbudakan menjadi salah satu
tema dari ajaran Marxisme. Berbagai aksi demonstrasi menentang perubahan sistem
tsarisme menggelora. Ajaran Karl Marx berperan dalam revolusi yang terjadi,
karena ajarannya sesuai denga kondisi pada masyarakat Uni Soviet[3].
Kekalahan
tentara Uni Soviet pada Perang Dunia II membawa Uni Soviet ke dalam masa suram.
Setelah tahun 1918, masyarakat Uni Soviet kekurangan makanan dan konflik tanah
merupakan hal yang sukar diatasi. Pemerintahan dinilai terlalu lemah oleh kaum
Bolsheviks. Pemerintahan pada waktu berada dalam kekuasaan kaum Mensheviks,
kelompok lain dalam gerakan sosialis Uni Soviet. Sementara itu, kaum Bolsheviks
merupakan pecahan dari Partai Demokratik Sosialis Uni Soviet, yang didirikan
oleh Vladimir I Lenin yang ditunjuk sebagai pemimpin partai pada tahun 1898[4].
Revolusi Bolshevik merujuk kepada satu revolusi yang bermula dengan
pemberontakan bersenjata di Petrograd, ibukota Uni Soviet pada saat itu.
Revolusi ini dipimpin oleh golongan Bolshevik, yang menggunakan pengaruh mereka
di Soviet Petrograd untuk mengumpulkan pasukan bersenjata.[5]
Maka dari penjelasan singkat di atas adapun kami mengangkat judul
“Perkembangan Komunisme Uni Soviet di Bawah
Pemerintahan Lenin” untuk lebih memahami lebih lanjut terhadap bentuk awal mula perkembanganpaham
komunismemenjadi salah satu paham yang
sangat berpengaruh pada masa itu bahkan
saat ini dan bagaimana Lenin sebagai tokoh
sentral dapat mengembangkannya melalui kebijakan-kebijakan yang dijalankannya.
A.
Biografi Singkat Lenin
Vladimir Lenin atau Vladimir Ilyich Lenin merupakan
nama samaran dari Vladimir Ilyich Ulyanov, yang lahir di Simbirsk, 22 April 1870 dan wafat di Gorki, 21 Januari 1924. Ia dikenal sebagai revolusioner komunis Rusia, Pemimpin Partai Bolshevik, pendiri Uni Soviet, Perdana Menteri Uni Soviet pertama,
Kepala
Negara Uni Soviet pertama secara de facto, dan penggagas Leninisme.[6]
Perkenalan pertama Lenin dengan
karya-karya Karl Marx dan Friedrich
Engels yang bersifat sosialis dimulai ketika Lenin bekerja sebagai
seorang pengacara di Saint Petersburg. Tetapi karena karya tentang Marxisme dilarang
di Rusia, Lenin pun ditangkap dan dipenjara selama setahun. Lalu ia
dibuang ke
Siberia.
Pada
bulan Februari 1917, berhubung dengan kekalahan besar Rusia di Perang Dunia I, maka Tsar Nikolas II dipaksa untuk turun takhta. Lalu
dibentuk sebuah kabinet yang dipimpin oleh Alexander Kerensky. Tanggal 16 April 1917, Lenin kembali ke Petrograd,
nama kota Saint Petersburg yang telah di'Rusia'-kan.
Kemudian Lenin pada bulan Juli mencoba mengadakan pemberontakan kaum
buruh. Tetapi pemberontakan ini gagal, lalu Lenin melarikan diri ke Finlandia.
Pada bulan Oktober 1917 ia kembali lagi dan berusaha mengadakan Revolusi Oktober.
Pada saat ini ia berhasil, maka pada tanggal 7 November 1917menurut tarikh Kalender Gregorian atau tanggal 25 Oktober menurut tarikh Kalender Julian,
revolusinya berhasil dan Kerensky terpaksa melarikan diri.
B. Kebijakan-kebijakan
Pemerintahan Lenin
Lenin adalah seorang pemimpin
politik yang paling bertanggung jawab terhadap berdirinya komunisme di Rusia.
Sebagai seorang penganut ideology Karl Marx yang gigih dan setia, Lenin
meletakan dasar politik yang hanya bisa dibayangkan oleh Karl Marx seorang.
Sulit kiranya Marx untuk mewujudkan ideologi yang telah diciptakannya dalam
realitas kehidupan bernegara. Namun tidak demikian bagi Lenin. Dalam waktu yang
sangat cepat,
Lenin mampu menyebarkan komunisme
keseluruh penjuru dunia. Beberapa gagasan Lenin ialah: pertama, melihat pentingnya peranan kaum petani dalam
menyelenggarakan revolusi (Marx hanya melihat peranan kaum buruh). Kedua, melihat peranan suatu partai
politik yang militant yang terdiri atas professional
revolutionaries untuk memimpin kaum protelar (Marx berpendapat bahwa kaum
protelar akan bangkit sendiri) dan merumuskan cara–cara merebut kekuasaan. Ketiga, melihat imperialism sebagai
gejala yang memperpanjang hidup kapitalisme (Marx berpendapat bahwa kapitalisme
pada puncak perkembangannya akan menemui ajalnya dan diganti oleh komunisme).
Awal mula kekuasaaan pemerintahan
komunisme Lenin dihadapkan oleh kondisi yang sangat memprihatinkan yang dialami
masyarakat Rusia pada masa itu, di mana pada akhir perang saudara tahun 1921,
Rusia menghadapi kehancuran ekonomi yang parah. Percetakan pemerintah membuat
nilai rubel menjadi nol. Agar negara berfungsi pada tingkat kehidupan yang
paling sederhana, diambil langkah–langkah keras baru yang tidak sejalan dengan
janji muluk kaum Bolshevik kepada kaum buruh dan kaum petani sebelum revousi
1917 dilaksanakan.
Petani yang tidak mau menjual hasil
buminya karena rendahnya nilai uang, harus menyerahkan gandumnya. Kerja wajib
diberlakukan dan pemogokan dilarang. Lenin cukup realistis dan berpendapat
bahwa rakyat Rusia akan mati kelaparan kalau prinsip–prinsip komunisme
dipraktikkan pada saat itu juga. Ketika Lenin memegang pemerintahan, Rusia
hendak disusun menjadi seratus persen komunis. Semua hasil produksi, baik
industry maupun pertanian, harus diserahkan kepada negara. Nantinya negara yang
akan membagi-bagikannya dengan adil. Akan tetapi petani kaya (Kulak) menolak
menyerahkan segala hasil buminya kepada negara. Para petani juga tidak mau
menanam lebih dariapa yang mereka butuhkan untuk hidup, sebab sebanyak apapun
mereka menanam, hasil yang mereka dapatkan sama saja. Akibatnya, pertanian
menjadi kacau dan bahaya kelaparan menjadi ancaman besar saat itu.
Karena itu pada tahun 1921, Lenin
meresmikan kebijakan Ekonomi Baru atau New
Economic Policy (NEP) yang merupakan kebijakan ekonomi yang diambil setelah
Perang Sipil yang menghancurkan sendi-sendi ekonomi negeri. Kebijakan ini
diambil melihat dari kehancuran ekonomi yang diakibatkan oleh Perang Sipil di
Rusia. Lenin menganjurkan NEP sebagai kebijakan sementara
untuk memperbolehkan pasar bebas dan investasi asing. Di mana hasil bumi boleh
dijual dengan bebas.
Namun, untuk menyaingi sistem
pertanian bebas yang dipraktikkan pada kulak, diadakan pula pertanian kolektif
(kolkhoz) dan pertanian negara (sovkhoz) untuk menyaingi pertanian bebas
daripara kulak. NEP ini terbukti berjalan dengan baik. Para kulak makin
terdesak dan semakin banyak petani yang menggabungkan diri ke dalam kolkhoz.
Tujuan utama dari kebijakan ini ialah mempertahankan dan meningkatkan produksi
pertanian, bengkel, pabrik, dengan tetap menerapkan insentifefisiensi dan laba
dari sistem kapitalisme. Pelaksanaan kebijakan Ekonomi Baru ini member
kesempatan kepada Rusia untuk menarik napas selama tujuh tahun.
Selain kebijakan dalam persoalan
ekonomi, Lenin pun mengeluarkan kebijakan terhadap persoalan politik dengan pembentukan
perangkat hokum. Oleh karena itu, pada Sidang Soviet Seluruh Rusia V
mengesahkan Konstitusi RSFSR 1918 pada 19 Juli 1918. Konstitusi ini sejalan
dengan Gerakan Kaum Proletar, dan menempatkan Deklarasi Hak Kaum Pekerja dan
Kaum Tertindas pada bagian awal konstitusi tersebut.
Selain itu juga, ditegaskan pula
dalam UUD bahwa bentuk negara adalah Diktator Proletariat dalam bentuk
Kekuasaan Soviet Seluruh Rusia yang kuat. Tujuan utama pemerintahan Diktator
Proletariat adalah untuk menghancurkan praktek-praktek borjuasi, dan penghentian
penindasan manusia oleh manusia, dan perwujudan sosialisme, dimana tidak
terdapat lagi perbedaan kelas, dan kekuasaan negara.
Pada bagian selanjutnya, mengatur
tentang sistem pemerintahan Soviet dalam Bab tentang Konstruksi Kekuasaan
Soviet, dimana Sidang Soviet Seluruh Rusia merupakan dewan tertinggi yang
terdiri dari Perwakilan Soviet-soviet Kota (Gorodskie
Soviety) dan Soviet Propinsi (Gubernskie
Soviety). Sidang dilaksanakan setidaknya dua kali setahun. Di masa sela
antara sidang, kekuasaan dipegang oleh Komite Eksekutif Seluruh Rusia (VtsIK)
yang terdiri tidak lebih dari 200 orang. Sedangkan semua urusan pemerintahan,
akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini SNK (Dewan Komisaris Rakyat).
Demikian keputusan-keputusan penting yang termuat dalam konstitusi RSFSR 1918
selain hal-hal yang berkaitan dengan hak pilih aktif, dan pasif warga negara,
hak budget, lambang negara, dan lagu kebangsaan.[7]
Terlihat jelas bahwa, Pemerintahan
Bolshevik secara sistemik dan konstitusional hendak melakukan perubahan yang
revolusioner sebagaimana yang diamanatkan oleh Konstitusi RSFSR 1918 untuk
menghilangkan pengaruh dan anasir-anasir lama rezim otokratis yang berbau
borjuasi atau dianggap borjuasi dengan hal yang sama sekali baru, dan memiliki
simbol, dan muatan ideologi komunis.
C.
Pengaruh Revolusi Bolsevik Terhadap Perkembangan Komunisme Internasional
Perkembangan paham komunisme
di Uni Soviet tidak hanya memberikan
dampak yang signifikan bagi proses dinamika perpolitikan dan ekonomi di
internasl negara Uni Soviet, tetapi hal tersebut pun mempengaruhi beberapa
negara besar di dunia dan menjadikan ideologi komunisme sebagai ideoloiy negara
mereka.
Salah satu negara yang menerima dampak dari revolusi
Bolshevik adalah China. Imperialisme
telah menghisap rakyat Cina selama lebih dari satu abad, awal mulanya melalui
kapal-kapal dagang yang memperjual-belikan barang-barang dan kemudian dengan
merampas bagian-bagian bangsa Cina. Inggris, kekuatan imperialis terkuat di
waktu itu, mengambil kepemimpinan, berperang melawan Cina tahun 1839-1842
setelah Kaisar Qing menolak pasokan besar opium dari Inggris. Cina mengalami
kekalahan dan menyerahkan Hongkong sebagai koloni Inggris. Oleh karenya RRC
lebih cenderung pada ideologi komunisme.
Berdirinya
Partai Komunis Cina (Gong Chan Dang) dilatarbelakangi
oleh Revolusi Bolshevik. Karena setelah revolusi ini berhasil, komunisme mulai
membentangkan sayapnya keseluruh dunia, salah satunya adalah negara Cina.
Keberhasilan Revolusi Bolshevik sangat menarik perhatian para intelektual Cina,
sehingga mereka banyak mempelajari buku-buku ajaran komunisme. Hilangnya
kepercayaan intelektual Cina terhadap negara-negara Barat, semakin membuat
mereka menyukai paham komunisme.[8]
Selian China, Indonesia pun sebagai salah satu negara
yang menerima efek dari Revolusi
Bolsevik, dengan terbentuknya Partai Komunis Indonesia dan munculnya
tokoh-tokoh Komunis yang berpengaruh seperti Tan Malaka.
Di Eropa sendiri yang dari awal telah mengenal paham
sosialis pun dengan mudah menerima kemenangan Kaum Bolshevisme dan dengan
dukungan pemogokan buruh di Prancis dan Jerman, serta Inggris, kekuatan komunisme dunia pun semakin
besar, tidak hanya itu, terbentuknya dan semakin eratnya jalinan komunisme
internasional, membantu dalam tahap-tahap awal perubahan pemerintahan otoriter
Tsar menuju pemerintahan sosialisme Lenin.
NB: Tulisan ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pol Pem Rusia, oleh: Arifianto Rifki, Sirwan Y Bustami, Firman Eko, Farid Hafiz, ST Khadijah Tinni, Arshena Arhama kamaratih. Jurusan Hubungan Internasional UMY.
[1]
Bridget
O'Laughlin (1975) Marxist
Approaches in Anthropology. Annual
Review of Anthropology Vol. 4: hlm. 341–370.
[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Oktober
[4]
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/07/revolusi-bolsheviks-di-rusia.html
[6]
http://id.wikipedia.org/wiki/Vladimir_Lenin
[7] A. Fahrurodji. (2005). Rusia Baru Menuju Demokrasi. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. Hal. 133.
[8]
http://frenndw.wordpress.com/2010/06/29/komunisme-dan-perkembangannya-di-tiongkok-revolusi-bolshevik-dan-revolusi-1949/