Mengapa liberalisasi sangat berbahaya dan racun bagi negara berkembang? Inilah jawabannya. Bentuk dan rona pendidikan tinggi di Era Perdagangan Bebas semakin perlu kita pahami. Setelah wajah pendidikan kita dirubah paska penandatanganan General Agreement on Trade in Services (GATS) pada Mei 2005 yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, antara lain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, pendidikan tinggi dan pendidikan selama hayat, serta jasa-jasa lainnya.
Cara pandang WTO terhadap pendidikan tidak sama dengan konstisusi Indonesia yang mewajibkan pendidikan sebagai hak dan kewajiban bagi bangsa Indonesia, sedangkan WTO memandang pendidikan tinggi sebagai sebagai salah satu industri sektor tersier, karena kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan orang tidak punya ketrampilan menjadi orang berpengetahuan dan orang yang punya ketrampilan.
Hal yang perlu dipahami lagi oleh para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia bahwa pendidikan tinggi yang dalam jangka panjang akan diambil alih oleh korporasi pendidikan internasional. Strategi yang akan mereka lakukan adalah memanfaatkan WTO dengan cara membuka pintu-pintu negara-negara berkembang untuk mendapatkan siswa dari anak-anak orang kaya negera berkembang yang memang tergila-gila dengan pendidikan luar negeri. Seburuk apapun prestasinya!. Mereka tertipu dengan lembaga mafia rating yang mendapatkan uang dengan memasukkan berbagai perguruan...
